MAKALAH
HUBUNGAN
HATI NURANI DENGAN KESADARAN MORAL, MORALITAS DAN PERILAKU
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas
Mata
kuliah : Ilmu Akhlak
Dosen
pengampu : Muhammad hufron, M.Si
Disusun
oleh :
Kelas
F
1. Nasrul
Kamal ( 2021 111 247 )
2.
Slamet Rohadi ( 2021 111 248 )
3.
Akhmad Syaifudin ( 2021 111 249 )
4.
Jihad Syari’i ( 2021 111 250 )
5.
Khairul Anam ( 2021 111 251 )
SEKOLAH
TINGGI AGAMA NEGERI ( STAIN ) PEKALONGAN
TAHUN
AJARAN 2011
DAFTAR
ISI
COVER
.............................................................................................................................. i
DAFTAR
ISI ..................................................................................................................... ii
I
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
II
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 2
A. Hati
Nurani ............................................................................................................. 2
1.
Pengertian Hati Nurani ..................................................................................... 2
2.
Bentuk Hati Nurani .......................................................................................... 2
3.
Sifat-sifat hati Nurani ....................................................................................... 3
B. Pengertian Kesadaran Moral, Moralitas dan Perilaku ........................................... 5
1.
Pengertian Kesadaran Moral ........................................................................... 5
2.
Pengertian Moralitas ......................................................................................... 7
3.
Pengertian Perilaku .......................................................................................... 8
III
KESIMPULAN ............................................................................................................ 9
IV
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 10
I PENDAHULUAN
Pada dasarnya hidup ini adalah perbuatan,
dan segala perbuatan baik lahir maupun batin adalah kontrol dari hati nurani
kita. Makalah yang kami beri judul “Hubungan Hati Nurani dengan Kesadaran
Moral, Moralitas dan Perilaku” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ilmu Akhlak, lebih jauh lagi agar mahasiswa dapat memahami dan mempelajari isi
makalah ini sehingga dalam pengamalannya kita dapat memiliki hati nurani yang
baik dan memunculkan moral, moralitas dan perilaku yan baik pula, kerena
hubungan hati nurani dengan masing-masing sub tadi sangat erat, dimana hati
nurani ini adalah sebagai kontrol bagi moral, moralitas dan perilaku kita.
Makalah ini juga disusun berdasarkan
bahan pengambilan yang sebagian besar mengacu pada buku-buku pedoman yang sudah
ada, kemudian kami saring lagi agar mudah dipahami.
Sebagai suatu pengantar, yang patut
didasari bahwa moral, moralitas dan perilaku adalah semua aspek yang akan
dinilai oleh orang lain terhadap kita. Oleh karena itu hati nurani sebagai
instansi dalam hati kita, perlu diberi pupuk agar menumbuhkan moral, moralitas
dan perilaku yang baik bagi manusia.
Seperti yang disabdakan Nabi SAW. Dalam
sabdanya : “Hamba Allah yang paling
dicintai oleh Allah adalah yang paling baik budi pekertinya.” Maka kita
harus menjadi manusia yang mempunyai akhlak yang baik agar dicintai Allah dan
mahluknya.
II PEMBAHASAN
A. HATI
NURANI
1. Pengertian
Hati Nurani
Hati nurani dalam bahasa arab di sebut dlamir atau wijdan sedang dalam bahasa inggris di sebut dengan conscience. Hatinurani adalah suatu kekuatan
dalam hati seseorang yang selalu memberikan penilaian benar dan salahnya atau
baik dan buruknya atau perbuatan yang akan di lakukan.[1]
Kemutlakan Hati Nurani :
a. Tuntunan
mutlak, tidak dapat di tawar-tawar
b.
Memerintahkan tanpa syarat
c.
Mengikuti hati nurani merupakan hak
dasar bagi setiap orang
d.
Hati nurani adalah norma terakhir bagi
perbuatan-perbuatan kita
e.
Hati nurani bisa keliru
f.
Tuntutannya mutlak tapi belum tentu
benar (bisa benar bisa salah)
2. Bentuk
Hati Nurani
Dapat
di bedakan menjadi dua yaitu hati nurani retrospektif dan prospektif
a. Hati
nurai retrospektif
Yaitu hati nurani yang memberikan
penilaian perbuatan-perbuatan yang telah berlangsung di masa lampau, hati nurani dalam arti retrospektif
menuduh atau mencela bila perbuatanya jelek dan menuju atau memberi rasa puas, bila perbuatanya di anggap
baik . jadi hati nurani ini merupakan semacam instansi ke hakiman dalam batin kita tentang
perbuatan yang telah berlangsung.
b. Hati
nurani prospektif
Yaitu hati nurani yang melihat ke masa
depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam
arti ini mengajak kita untuk melakukan sesuatu atau -seperti barang kali lebih banyak terjadi- mengatakan
“jangan” dan melarang untuk melakukan sesuatu . Dalam hati nurani ini sebenarnya
terkadang semacam ramalan ia mengatakan, hati nurani pasti akan menghukum kita,
andai kata kita melakukan perbuatan itu. Dalam arti ini hati nurani prospektif
menunjuk kepada hati nurani retrospektif yang akan datang , jika perbuatan menjadi kenyataan .[2]
3.
Sifat Hati Nurani
Hati nurani
bersifat personal dan adi personal
a.
Bersifat personal
Artinya, selalu berkaitan erat dengan pribadi
bersangkutan. Norma-norma dan cita yang saya
terima dalam hidup sahari-hari dan seolah-olah melekat pada pribadi saya, akan tampak juga dalam ucapan-ucapan
hati nurani saya. Seperti kita katakan bahwa tidak ada dua manusia yang sama,
begitu pula tidak ada hati nurani yang bersifat sama.
Ada
alasan lain lagi untuk mengatakan bahwa hati nurani bersifat personal yaitu
hati nurani hanya memberi penilaianya tentang perbuatan saya sendiri, maksudnya
hati nurani tidak memberikan penilaianya tentang perbuatan orang lain. Saya
hanya memperhatikan norma-norma dan cita-cita yang juga di ikuti hati nurani
saya
b.
Bersifat Adi personal
Selain bersifat pribadi hati nurani
juga seolah-olah melebihi pribadi kita, seolah-olah merupakan instansi di atas kita. Aspek “hati
nurani”berarti hati yang diterangi (nur
cahaya) .hati nurani seolah-olah ada cahaya dari sinar yang menerangi budi dan
hati kita.aspek yang sama tampak juga dalam nama-nama lain untuk menunjukan
hati nurani suara hati,kata
hati,suara batin.
aspek ini sangat mangesankan hingga terungkap banyak nama,tarhadap hati nuran ,kita seakan - akan
menjadi “pendengar” kita seakan-akan membuka diri terhadap suara yang datang
dari luar. Hati nurani mempunyai satu aspek teransenden artinya melebihi pribadi kita. Aspek adi personal, orang beragama kerap
kali mengatakan bahwa hati nurani adalah suara tuhan atau bahwa tuhan berbicara
melalui hati nurani, sehingga bagi orang beragama hati nurani memiliki suatu
dimensi religious.[3]
B. Pengertian Kesadaran Moral, Moralitas dan Perilaku
1. Pengertian
Kesadaran Moral
Moral berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti
adat kebiasaan[4].
Di dalam kamus umum bahasa Indonesia di katakana bahwa moral adalah
peruntuhan-peruntuhan baik dan buruk terhadap perbuatan dan kelakuan[5].
Dalam perkembangan selanjuynya, istilah moral sering pula di dahului oleh kata
kesadaran moral, sehingga menjadi istilah kesadaran moral
Kesadaran moral atau moral sense adalah suatu kesadaran dalam hati
yang mengharuskan seseorang untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu perbuatan[6].
Mengharuskan suatu perbuatan apabila perbuatan tersebut di nilai sesuai dengan
norma akhlak yang barlaku dan di terima dalam hatinya. Melarang suatu
perbuatan, apabila perbuatan tersebut di anggap bertentangan dengan norma
akhlak yang di terima hatinya dan berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian
kesadaran moral adalah kesadaran seorang untuk melakukan suatu perbuatan yang
di nilai baik dan meninggalkan suatu perbuatn yang di nilai buruk.
Magnis suseno
berpendapat bahwa kesadaran moral berlaku umum, terbuka pada pembenaran atau penyangkalan,
dan harus dapat di pertanggung jawabkan dengan argumentasi yang masuk akal[7].
Kesadaran moral yang di miliki oleh
seseorang pada umumnya bersifat rasional atau obyektif, walaupun dapat juga bersifat
subyektif. Bersifat rasional karena pada umumnya kesadaran moral yang ada pada
seseorang tidak muncul dengan tiba-tiba, tetapi lahir melalui proses pertimbangan
akal yang cukup mendalam. Bersifat obyektif karena umumnya kesadaran tersebut
berdasar nilai-nilai moral yang di terima dan di jadikan sebagai pedoman dalam
kehidupan seharhari oleh masyarakat. Sedang kesadaran moral yang bersifat
subyektif apabila kesadaran yang di miliki oleh seseorang hanya di dasarkan
atas pertimbangan yang menekankan kepada kepentingan atau keuntungan diri
sendiri tanpa mempertimbangkan bagaimana kepentingan orang lain dan masyarakat
dalam masalah tersebut[8].
MenurutVon Magnis
menyebutkan ada 3 unsur kesadaran moral :
a.
Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan bermoral
b.
Kesadaran
moral juga dapat berwujud rasional dan objektif
c.
Kesadaran
moral dapat juga muncul dalam bentuk kebebasan[9]
2.
Pengertian
Moralitas
Pada saat dilahirkan, anak sama sekali belum memiliki
pengetahuan, termasuk pengetahuan yang dapat digunakan oleh anak untuk
membedakan nilai yang baik dan yang buruk atau antara yang bener dan yang
salah. Jika anak kecil dapat membedakan mana tindakan yang baik dan mana
tindakan yang buruk, hanyalah suatu kebetulan. Sebab anak kecil belum memiliki
kemampuan untuk membedakan struktur moralitas yang jelas[10].
Moralitas adalah batasan kualitas dalam tindakan manusia.
Dengan batasan tersebut seseorang dapat membedakan baik dan buruknya atau benar
dan salahnya suatu perbuatan. Moralitas dapat bersifat objektif dan subjektif.
Moralitas bersifat objektif apabila batasan nilai suatu perbuatan terlepas dari
pandangan dan keinginan pelaku. Sedang moralitas bersifat subjektif apabila
nilai suatu perbuatan sangat dipengaruri oleh pandangan dan keinginan
pelakunya. Disamping itu moralitas dapat juga bersifat instrinsik dan
ekstrinsik. Moralitas instrinsik memandang suatu perbuatan pada hakekatnya
bebas dari intervensi hukum positif. Sedang moralitas ekstrinsik memandang
bahwa suatu perbuatan merupakan suatu yang diperintahkan oleh hukum positif[11].
3.
Pengertian
Perilaku
n Perilaku adalah merupakan
perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati,
digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.
n Perilaku diatur oleh prinsip
dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara perilaku manusia
dengan Hatinurani manusia.Perubahan
perilaku dapat diciptakan dengan merubah pemikiran didalam hatinuraninya
yang menyebabkan
perilaku tersebut bisa berubah sesuai kehendaknya atau hatinuraninya.
n Perilaku dapat bersifat covert
ataupun overt
- overt artinya nampak (dapat diamati dan
dicatat)
- covert artinya tersembunyi (hanya dapat
diamati oleh orang yang melakukannya)[12]
III
KESIMPULAN
Berdasarkan urutan diatas, dapat sampai pada satu
kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau sistem hidup yang
dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sistem hidup
tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan
munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan
dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai
tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran
moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu
perbuatan atau perilaku yang tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar
dengan kata lain sesuai dengan hati nuraninya sendiri, karena sesuatu yang
tidak dilandasi dengan hati nurani akan menimbulkan ketidak tenangan. Jadi hati
nurani sangat berhubungan dengan kesadaran moral, moralitas dan perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H.Imam Suraji M.Ag, Etika dalam persepektif al quran dan al
hadist (Jakarta: PT.Pustaka Al Husna Baru.2006)
K. Bertens, ETIKA (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2007)
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: rajawali pers: 1992)
Wjs.
Poerwudawinta, kamus umum bahasa
indonesia.
Franz
Von magnis, Etika umum, Yogyakarta:
Kanisius, 1985
Drs.
Achmad Charis Zubair, Kuliah Etika
(jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995)
L.Poespoprojo,
Filsafat Moral, kesusilaan Dalam Teori
dan Praktek, bandung Remaja Karya, 1986
www.google.com
[1] Drs. H.Imam Suraji M.Ag, Etika dalam persepektif al quran dan al hadist (Jakarta: PT.Pustaka
Al Husna Baru.2006) hal. 149
[2] K. Bertens, ETIKA (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2007) hal. 54-55
[3] K.
Bertens, ETIKA (Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama,2007) hal. 56-59
[4] Asmaran AS,
Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: rajawali pers: 1992) cet I. hal.8
[5] Wjs. Poerwudawinta, kamus umum bahasa indonesia. Op.cit hlm 654
[6] Drs.
H.Imam Suraji M.Ag, Etika dalam
persepektif al quran dan al hadist (Jakarta: PT.Pustaka Al Husna Baru.2006)
hal. 139
[7] Franz Von magnis, Etika umum, Yogyakarta: Kanisius, 1985, 31
[8]
Drs. H.Imam Suraji M.Ag, Etika dalam
persepektif al quran dan al hadist (Jakarta: PT.Pustaka Al Husna Baru.2006)
hal. 139-140
[9] Drs. Achmad Charis Zubair, Kuliah Etika (jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995)hlm. 54 - 55
[10]
Drs. H.Imam Suraji M.Ag, Etika dalam
persepektif al quran dan al hadist (Jakarta: PT.Pustaka Al Husna Baru.2006)
hal. 144
[11] L.Poespoprojo, Filsafat Moral, kesusilaan Dalam Teori dan Praktek, bandung Remaja
Karya, 1986, hlm. 102-103
[12] www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar