MAKALAH
DEFINISI DAN HUBUNGAN ANTARA HAK,
KEWAJIBAN
SERTA KEADILAN
Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas
Dosen Pengampu :
Muhammad Ghufron Dimyati M.S.a
Mata kuliah : Ilmu Akhlak
Kelas : F
Kelompok : 5 (lima)
Disusun Oleh :
1.
Eka
Kurnia R (2021 111
251)
2.
Mustaqimah (2021 111 252)
3.
M.
Halim Laksana (2021 111 253)
4.
Labibah (2021 111 254)
SEKOLAH TINGGI AGAMAISLAM NEGERI
PEKALONGAN
TAHUN AJARAN
2011/2012
PENDAHULUAN
Hak dan kewajiban merupakan
sebagian dari aturan- aturan dasar yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Hak
dan kewajiban dalam kehidupan masyarakat harus jelas dan bersifat terbuka agar
setiap individu sebagai bagian masyarakat mengetahui hal- hal yang harus ia
kerjakan dalam hidup bermasyarakat. Hal ini sangat penting agar pergaulan dalam
masyarakat dapat berjalan dengan baik, aman dan damai. Keadaan masyarakat yang
demikian akan mendorong setiap anggota masyarakat melaksanakan tugas dan
kewajiban yang menjadi tanggun jawabnya dengan sebaik- baiknya. Oleh karena
itu, apabila setiap annggota masyarakat marasakan pentingnya keadaan tersebut,
maka mereka diharapkan dapat terdorong untuk mengetahui semua kewajiban yang
dimilikinya dan kemudian berusaha melaksanakan semua kewajiban tersebut dengan
sebaik- baiknya.
PENBAHASAN
A. HAK
1.
Pengertian
Hak
Hak
adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia sejak lahir dan sesuatu yang dimiliki
atau diterima oleh manusia karena sebab- sebab tertentu. Hak dimiliki oleh
manusia pada hakekatnya merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap
eksistensi dan martabat manusia sebagai individu maupun kelompok. Oleh karena
itu orang yang memiliki hak bisa mengharapkan atau bahkan menuntut orang lain
untuk menghormati atau memenuhi hak yang dimilikinya.[1]
2.
Macam-
macam Hak
Secara
umum para ahli etika membagi hak menjadi tiga kelompok, yaitu hak asasi atau
hak kodrat, hak legal dan hak moral.
a.
Hak
asasi atau hak kodrat
Hak
asasi atau hak kodrat dikenal juga dengan istilah hak fitri, yaitu hak yang
dibawa manusia sejak lahir ke dunia. Hak asasi merupakan hak dasar atau hak
pokok yang dimiliki setiap individu
sebagai anugerah Tuhan yang menciptakan manusia. Hak ini bersifat sangat
mendasar dan sangat pokok bagi hidup dan kehidupan manusia di dunia. Hak yang
dapat dimasukkan kedalam kelompok hak asasi antara lain :
1)
Hak
hidup
Tiap-
tiap manusia mempunyai hak hidup, akan tetapi karena kehidupan manusia itu
secara bergaul dan bermasyarakat, maka
sudah seadilnya sesorang mengorbankan jiwanya untuk menjaga hidupnya masyarakat
apabila di pandang perlu.[2]
Hidup
adalah karunia yang diberikan oleh Allah Tuhan pencipta alam kepada setiap
manusia tanpa membedakan warna kulit.
Bangsa dan jenis kelaminnya. Oleh karena itu dengan alasan bagaimanapun
seseorang tidak diperbolehkan bunuh diri ataupun menghilangkan nyawa orang lain. Hidup dan mati pepenuhnya
merupakan wewnang Allah. Hal ini
dinyatakan melalui firman-Nya dalam surat Qaf ayat 43 sebagai berikut:
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي وَنُمِيتُ وَإِلَيْنَا الْمَصِير
Artinya:
“Sesungguhnya kamilah yang menghidupkan serta mematikkan
dan kepada kami pulalah tempat kembali”. ( Qs.Qof :43 )
Etika
dalam islam tidak hanya menetapkan hak hidup sebagai hak dasar manusia yang
harus ditegakkan, tetapi juga menjelaskan tentang kewajiban yang ada pada
manusia.[3]
Kewajiban tersebut adalah wajib yang berhak supaya menjaga hidupnya dan
mempergunakan sebaik- baiknya untuk
kepentingan diri dan masyarakat, dan wajib bagi orang lain untuk menghormati
hak ini dan tidak mengganggunya.[4]
Dapat dikatakan hak hidup merupakan hak dasar pertama yang ada pada manusia dan
dengan adanya kehidupan maka manusia akan mendapatkan hak- hak lainnya.[5]
2)
Kebebasan
Kebebasan
mempunyai arti merdeka atau lepas dari penjajahan, perbudakan dan kurungan. Jadi kebebasan atau kemerdekaan
mempunyai arti bahwa manusia bukanlah seorang budak, oleh karenanya ia tidak
terikat oleh segala macam ikatan
manusia bebas untuk menerima
ataupun menolak sesuatu yang ada dan bahkan manusia bebas untuk taat kepada
Allah atau ingkar kepadaNya. Hal ini
dinyatakan oleh Allah dalam surat al-Kahfi ayat 29, sebagai berikut :
Artinya:
“Dan katakanlah, “ kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin beriman hendaklah ia
beriman, dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir”. (Qs.---)
Ayat
tersebut menyatakan dengan jelas bahwa Allah member kebebasan yang sangat luas
kepada manusia untuk menentukan apa yang akan diperbuatnya dalam mengarungi
hidup di dunia ini.[6]
3)
Kehormatan
diri
Manusia
adalah mahluk Allah yang paling sempurna dan paling mulia dimuka bumi, sebagai
mahluk yang paling baik bila dibandingkan dengan mahluk lainnya. Sesuai dengan
firman-Nya dalam surat At-Tin ayat 4, sebagai berikut:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya”. (Qs. At-tin :4)
Oleh karena itu kemuliaan atau
kehormatan adalah hak yang melekat pada diri manusia sejak kelahirannya di
dunia.kehormatan diri merupakan salah satu hak kodrat atau hak asasi manusia
yang tidak bisa dihilangkan oleh siapapun.
Hak lain yang dapat dimasukkan
kedalam kelompok hak kodrat diantaranya hak mendapatkan pendidikan, kah untuk
berpolitik, hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama, hak untuk memiliki sesuatu,hak
menikmati kekayaan alam dan lain sebagainya.[7]
b.
Hak
legal dan hak moral
Karena
ada pelbagai macam hak,perlu kita pelajari dulu beberapa jenis hak yang
penting. Pertama- tama harus dibedakan antara hak legal dan hak moral. Hak
legal adalah hak yang didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk. Hak legal
berasal dari undang- undang, peraturan, hukum atau dokumen legal yang lainnya.[8]
Sedang hak moral adalah hak yang hanya berdasar pada ketentuan- ketentuan moral
atau berdasar pada adat kebiasaan yang berlaku.
Hal-
hal yang dapat dimasukkan kedalam hak legal antara lain: hak memperoleh
pendidikan, pelayanan kesehatan, keamanan dan lain sebagainya.Sedang hal yang
dapat dimasukkan kedalam hak moral antara lain: hak orang tua mendapat
kehormatan, hak anak untuk mendapatkan nama baik, hak meminta maaf dan
memaafkan, hak untuk mendapatkan kemudahan bagi orang tua, wanita dan anak
kecil, dan lain sebagainya.[9]
3.
Pelaksanaan
Hak
Hak
sebagai sesuatu yang menjadi milik seseorang dalam pelaksanaannya harus
dijalankan dengan baik dan tidak boleh ada deskrimunasi antara individu yang
satu dengan yang lain. Memang manusia adalah mahluk yang berbeda- beda, akan
tetapi perbedaan ini bukan terletak pada
esensi manusianya, tetapi terletak pada kemampuan , kecakapan, pekerjaan,
tanggungjawab, dan rizki yang diterimanya. Oleh karena itu perbedaan tidak
boleh digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam memberlakukan suatu hak.
Perbedaan-
perbedaan tersebut merupakan suatu yang harus menjadi pendorong manusia untuk
melakukan kerjasama dengan yang lain dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-
citakan. Perbedaan ini juga sekaligus sebagai ujian dalam kehidupan dunia,
apakah manusia mampu memanfaatkan kelebihan yang dimiliki atau tidak. Hal ini
dinyatakan oleh Allah melalui firman-Nya surat Al-An’am ayat 165 sebagai
berikut :
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلاَئِفَ
الأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
إِنَّ
رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ
لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya:
“Dan Dialah yang menjadikan kamu
penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang di berikan-Nya kepadamu”.(Qs al-An’am : 165)
Perbedaan
yang ada pada manusia adalah sunatullah, oleh karenanya dengan perbedaan
tersebut manusia diperintahkan untuk bekerja sama dan saling tolong- menolong
dengan yang lain dalam kehidupan sehari- hari.[10]
Semua hak
dan kewajiban yang ada harus dilaksanakan dengan sungguh- sungguh tanpa
dipengaruhi oleh kecakapan, kekayaan dan kedudukan yang dimiliki oles
aeseorang. Oleh karena itu siapapun yang melangar hak orang lain, maka ia
dihukum sesuai dengan ketentuan yang ada.Oleh karena itu, pelaksnaan hak bukan
didasarkan atas suka atau tidak suka,tetapi berdasarkan pada harkat dan
martabat manusia sebagai mahluk Allah yang berdasar pada ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.[11]
B.
KEWAJIBAN
Manusia
sebagai mahluk individu dan mahluk social, tidak dapat terlepas dari kewajiban.
Apa yang dilakukan seseorang dapat menyebabkan pola pengaruh pola hubungannya
dengan mahluk social. Pola hubungannya yang baik antara individu satu dengan
yang lain.Karena adanya kewajiban- kewajiban yang harus dipenuhi.[12]
1. Pengertian Kewajiban
Wajib mempunyai banyak
penegrtian, antara lan sebagai berikut: dlihat dari segi ilmu fiqh wajib
mempunyai arti pengertian sesuatu yang harus dikerjakan, apabila dikerjakan
mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa. Menurut ilmu tauhid,
wajib sesuatu yang pasti benar adanya. Sedangkan menurut ilmu ahlak wajib
adalah suatu perbuatan yang harus dikerjakan , karena perbuatan itu dianggap
baik dan benar.[13]
Kewajiban sendiri adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh setiap
manusia dalam memenuhi hubungan sebagai mahluk individu, social, dan Tuhan.[14]
2. Macam- macam kewajiban
Kewajiban manusia dapat dilihat
dari tiga sudut pandang yaitu, kewajiban manusia terhadap diri sendiri, kewajiban
terhadap sesame mahhluk, dan kewajiban manusia terhadap Tuhan sebagai Dzat yang
menciptakannya.
a)
Kewajiban
terhadap diri sendiri
Dalam
rangka menjaga eksistensi dirinya sebagai mahluk hidup, maka setiap manusia
memiliki kewajiban terhadap dirinya sendiri antara lain; makan dan minu,
berpakaian, menjaga kebersihan dan kesehatan, tempat tinggal, menuntut ilmi,
bekerja dan lain sebagainya.
b)
Kewajiba
kepada sesame mahluk
Manusia
sebagai mahluk allah yang paling sempurna dan sebagai khalifah di dunia mempunyai
tugas utama menjaga kehidupan dunia dengan baik dan kemakmurannya. Dalam rangka
melaksanakan tugas itu maka manusia mempunyai beberapa kewajiban yang harus
dipenuhi. Diantaranya kewajiban terhadap alam, kewajiban terhadap sesame
manusia.
c)
Kewajiban
manusia terhadap Allah SWT
Kewajiban
terhadap Allah sangat penting agar setiap orang dapat mengetahui semua
kewajiban yang harus dilakukan dalam upaya untuk meraih kebahagiaan yang
dicita- citakan dalam hidupnya.[15]
3.
Pelaksanaan
kewajiban
Dalam
pelaksanaan kewajiban , terletak apa yang disebut tanggung jawab. Tanggung
jawab berarti sikap atau pendirian yang menyebabkan manusia menetapkan bahwa
dia hanya akan menggunakan kemerdekaannya untuk melaksanakan perbuatan yang
susila.
Tanggungjawab
berarti mengerti perbuatannya. Dia berhadapan dengan perbuatannya, sebelum
berbuat, selama berbuat, dan sesudah berbuat. Dia mengalami diri sebagai subjek
yang berbuat dan mengalmi perbuatannya sebagai objek yang dibuat.
Tanggung
jawab adalah kewajiban menanggung bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seorang
adalah sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Berani bertanggungjawab berarti
bahwa seorang berani menentukan, berani memastikan bahwa perbuatan ini sesuai
dengan ketentuan kodrat manusia dan bahwa hanya karena itulah perbuatan itu
dilakukan.[16]
C.
KEADILAN
1. Pengertian Keadilan
Sejalan dengan adanya hak dan
kewajiban diatas, maka timbul keadilan. Poedjawijatna mengatakan bahwa kwadilan
adalah pengakuan dan terhadap hak yang sah. Sedangkan dalam literature islam,
keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada
persamaan atau bersikap tengah- tengah atas dua perkara.[17]
Dimana ada hak, maka ada kewaiban, dan dimana ada
kewajjiban maka ada keadilan, yaitu menetapkan dan melaksanakan hak sesuai
dengan tempat, waktudan kadarnya yang seimbang. Demikian pentingnya masalah
keadilan dalam rangka pelaksanaan hak, kewajiban , Allah berfirman :
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh
(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan”. (Qs. Al-Nahl : 90)[18]
2. Macam wujud keadilan
Menurut Aristotle- Notonegoro,
ada 4 macam wujud keadilan.
a.
Keadilan
tukar menukar
Yaitu
suatu kebajikan tingkah laku manusia untuk selalu memberikan kepada sesamanya,
sesuatu yang menjadi pihak lain atau sesuatu yang sudah semestinya harus
diterim oleh pihak lain itu. Dengan adanya keadilan tukar menukar , terjadilah
saling member dan saling menerima. Keadilan itu timbul didalam hubungan antar
manusia sebagai orang- orang terhadap sesamanya di dalam masyarakat.
b.
Keadilan
Distributif atau Membagi
Yaitu
suatu kebajikan tingkah laku masyarakat dan alat penguasanya untuk selalu
membagikan segala kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata dan merata,
sifat menurut keselarasan dan tingkat perbedaan jasmani maupun rohani. Keadilan
dalam membagi ini terdapat dalam hubungannya antara masyarakat dengan warganya.
c.
Keadilan
Sosial
Yaitu
suatu kebajikan tingkah laku manusia di dalam hubungan dengan masyarakat, untuk
senantiasa memberikan dan melaksanakan segala sesuatu yang menunjukkan
kemakmuran dan kesejahteraan bersama sebagai tujuan akhirat masyarakat atau
Negara.
d.
Keadilan
Negara
Yaitu
mengatur hubungan antara anggota dan kesatuannya untuk bersama-sama selaras
dengan kedudukan dan fungsinya untk mencapai kesejahteraan umum.[19]
D.
HUBUNGAN
HAK, KEWAJIBAN, DAN KEADILAN
Telah
dikemukakan bahwa ahlak adalah perbuatan yang telah dilakukan dengan sengaja,
mendarah daging, sebenarnya dan tulus ikhlas karena Allah. Hubungan dengan hak
dapat dilihat pada arti dari hak yaitu sebagai milik yang dapat dugunakan oleh
seseorang tanpa ada yang dapat menghalanginya.
Ahlak
yang mendarah daging itu kemudian menjadi bagia dari kepribadian seseorang yang
dengannya timbul kewajiban untuk melaksanakannya tanpa merasa berat.
Dengan terlaksanakannya hak, kewajiban
dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang
akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara hak, kewajiban dan
keadilan.[20]
KESIMPULAN
Hak
dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat
mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Poendjawijata mengatakan bahwa yang dimaksud hak ialah semacam milik, kepunyaan
yang tidak hanya kepunyaan benda saja, melainkan pula tindakan, pikiran, dan
hasil pemikiran itu. Sedangkan kewajiban adalah suatu tindakan yang harus
dilakukan oleh setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai mahluk individu,
social, dan Tuhan. Dan keadilan merupakan peringkat tertinggi dalam menentukan
segala bentuk permasalahan yang ada hubungannya dengan kepentingan orang
banyak. Perintah berlaku adil pun mesti ditegakkan di dalam keluarga dan
masyarakat muslim itu sendiri, bahkan kepada orang kafir pun umat islam
diperintahkan berlaku adil. Maka hanya dengan menerapkan konsep keadilan yang
ideal seperti itu, maka umat islam pada khususnya akan terbebas dari belenggu
perbudakan kaum imperative modern.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Ahmad (1995). Etika.
Jakarta : PT. Bulan Bintang
Charis Zubair, Ahmad (1995). Kuliah
Etika. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
K. Bertens,(2007). Etika.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Nata, Abbudin (2006). Akhlak
Tasawuf. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Suraji,
Imam,(2006). Etika dalam Perspektif Alqur’an dan Al-Hadist. Jakarta: PT.
pustaka Al-Husna Baru
[1] Imam Suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits, Jakarta : Pustaka Al-Husna Baru, 2006), h. 173
[2] Imam suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits,…, h. 175
[3] Imam suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits,…, h. 175
[4] Ahmad Amin, Etika, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1995), h.175
[5] Imam suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits,…, h.175
[6] Imam suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits,…, h.175-176
[8] K. Bertens, Etika, (Jakarta : PT. Gramedia pustaka,2007), h.179
[9] Imam suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits,…, h.181
[10] Imam suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits,…, h.181-182
[11] Imam suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits,…, h.182
[12]
Http://Arifmanto.blogspot.com/2010/04/hak-kewajiban-keadilan.html
[13] Imam suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits,…, h.184
[14]
Http://Arifmanto.blogspot.com/2010/04/hak-kewajiban-keadilan.html
[15] Imam suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadits,…, h.186-226
[16] Achmad Charis Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada , 1995), h.59
[17] Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja
grafindo Persada , 2006), h. 143
[18] Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf, ,…, h. 144
[19] Achmad Charis Zubair, Kuliah Etika,…, h. 68-69
[20] Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf,…,
h.144-145
Tidak ada komentar:
Posting Komentar