Social Icons

Pages

19 Mar 2013

KHILAFIYAH SEPUTAR KENAJISAN ANJING DAN BABI


KHILAFIYAH SEPUTAR KENAJISAN ANJING DAN BABI
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Fiqh1
Dosen Pengampu : Ali Trigiyatno, M. Ag


Disusun oleh :
Ana Miskhatun Janah (F)
2021 111 237


Sekolah tinggi agama islam negeri
(STAIN) PEKALONGAN
2011


BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan manusia pasti semuanya melakukan ibadah supaya mendapat berkah dan keridhoan dari sang pencipta. Dalam ibadah pasti kita memperhatikan kesucian dari tempat dan pakaian kita untuk beribadah, oleh karena itu makalah ini membahas tentang kotoran atau kenajisan dan cara mensucikannya.

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Najis
Najis adalah kotoran yang menghalangi sahnya sholat dalam kondisi tidak rukhshoh yang bagi setiap muslim wajib mensucikan diri dari padanya dan menyucikan apa yang dikenainya.
Sabda Rasulullah SAW :
الطَهُوْرُ شَطْرُ اْلاِيْمَانِ
Artinya : bersuci itu sebagian dari iman.
  1. Pendapat Para Ulama
Dalam seputar kenajisan anjing dan babi, banyak terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama.
  1. Kenajisan diseputar anjing
  1. Menurut Pendapat Hanafiyah
Dalam madzhab ini berpendapat yang najis dari anjing hanyalah air liurnya, mulut dan kotorannya.Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dianggap najis. Sebab dalam hadits tentang najisnya anjing ditetapkan sebagai najis hanya bila anjing itu minum di suatu wadah air. Maka hanya bagian mulut dan air liurnya saja ( termasuk kotorannya ) yang dianggap najis.


  1. Madzhab Malikiyah


Madzhab ini juga mengatakan bahwa badan anjing itu tidak najis kecuali hanya air liurnya saja.Bila air liur anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, wajiblah dicuci tujuh kali sebagai bentuk ritual pencuciannya.
  1. Madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah
Kedua madzhab ini sepakat bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat termasuk keringatnya. Bahkan hewan lain yang kawin dengan anjingpun ikut hokum yang sama pula. Dan untuk mensucikannya harus dengan tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.Logika yang digunakan oleh madzhab ini adalah tidak mungkin kita hanya mengatakan bahwa yang najis dari anjing itu hanya mulut dan air liurnya saja.Sebab sumber air liur itu dari badannya.Maka badannya itu juga merupakan sumber najis. Termasuk air yang keluar dari tubuh itu juga, baik kencing, kotoran dan keringatnya.
Pendapat tentang najisnya seluruh tubuh anjing ini juga dikuatkan dengan hadits lainnya antara lain :
ففي حديث آخر أنه صلى الله عليه وسلم دعي إلى دار قوم فأجاب ثم دعي إلى دار أخرى فلم يجب فقيل له في ذلك فقال: إن في دار فلان كلباً فقيل له: وإن في دار فلان هرّة، فقال صلى الله عليه وسلمإن الهرة ليست بنجسة   فأفهم أن الكلب نجس [ رواه الدراقطني
Artinya :
Bahwa Rasulullah diundang masuk kerumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu. Dikala lainnya, kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanya kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua, beliau bersabda, “Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu tidak najis”.(HR. Al-Hakimah dan Ad-Daruquthuny).1
  1. Najisnya Air Liur Anjing
Adapun dalil dari sunah yang telah diterima semua ulama tentang najisnya air liur anjing adalah sebagai berikut :
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali.(HR. Bukhari 172, Muslim 279, 90).Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sucinya wadah kalian yang dimasuki mulut anjing adalah mencucinya 7 kali. Dan menurut riwayat Ahmad dan Muslim disebutkan salah satunya dengan tanah.(HR. Muslim 279, 91, Ahmad 2/427).

Maka seluruh ulama sepakat bahwa air liur anjing itu najis, bahkan levelnya najis berat (mugholadhoh).Sebab untuk mensucikannya harus dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan menggunakan tanah.Siapa yang menentang hukum ini, maka dia telah menentang Allah dan Rasul-Nya.Sebab Allah dan Rasulullah SAW telah menegaskan kenajisan air liur anjing itu.
  1. Khilaf Dalam Penetapan Najisnya Tubuh Anjing
Seluruh ulama telah membaca hadits-hadits di atas, tentunya mereka semua sepakat bahwa air liurnya anjing itu najis berat. Namun yang disepakati adalah kenajisan air liurny.Lalu bagaimana dengan kenajisan tubuh anjing, dalam hal ini umumnya ulama mengatakan bahwa karena air liur itu bersumber dari tubuh anjing, maka otomatis tubuhnya pun harus najis juga. Sangat tidak masuk akal kalau kita mengatakan bahwa wadah air yang kemasukan moncong anjing hukumnya jadi najis, sementara tubuh anjing sebagai tempat munculnya air liur itu malah tidak najis.2

  1. Dari sumber lain mengatakan kenajisan anjing bermula dari hadits Nabi SAW. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah:
إِذَاشَرِبُ اْلكَلْلبُ فِي إِنَاءِ اَحَدِكُمْ فَلْيَفْسِلْهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ (مُتَّفَقٌ عَلَيْه)
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW. Bersabda: “Apabila seekor anjing meminum (ngokop) wadah (bejana) salah seorang di antara kamu, maka hendaklah ia mencucinya tujuh kali.
Di dalam riwayat yang lain, juga oleh Imam Muslim, Rasulullah.bersabda:
طَهُوْرُ إِنَاءِ آَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ اْلكَلْبُ آَنْ يَغْسِلَهٌ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ (رواه مسلم)
Artinya: “Sucinya wadah salah seorang di antara kamu jika anjing menjilatinya adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama dengan tanah/pasir”.


(Konon terbukti bahwa air liur anjing terdapat bakteri yang hanya dapat dimatikan oleh tanah yang dicampur air.Baca Ibanat Al-Ahkam I/43).


  1. Kemudian ulama, kecuali Malikiyah, sepakat bahwa semua cairan yang menetes dari anjing, seperti air liur,air mata, ingus, keringat, hukumnya najis. Dan menurut jumhur ulama, bukan hanya cairan yang menetes saja, tapi semua bagian dari anjing termasuk bulunya adalah najis.

  1. Wadah terkena najis anjing yang sudah dicuci tujuh kali dengan air, tapi tanpa tanah, menurut Jumhur Ulama belum suci sesuai hadits-hadits yang sudah di sebutkn di atas. Sehingga pakaian yang dicuci di wadah tersebut ya mutanajis, ikut terkena najis. Berbeda dengan pendapat Imam Malik yang memang sejak semula tidak menganggap anjing itu najis dan mencuci 7 kali-tanpa tanah- itu semata-mata laku ta’abbudi, hanya untuk mendapatkan pahala.

  1. Khusus untuk anjing – selain Kalb As-Shaid, anjing perburuan – ada yang mengatakan tidak najis bulunya bila kering, kecuali dalam fiqih Hanbali yang menyatakan bahwa hanya yang dijilat anjing saja yang “najis berat” dan madzhab Maliki yang memang sejak mula menyatakan anjing itu tidak najis.3


  1. Anjing kenajisannya diikhtilafkan, tetapi jika ada wadah yang dijilati anjing, jika wadah itu hendak digunakan harus dicuci terlebih dahulu sebanyak tujuh kali, mula-mula dengan tanah.Karena ada hadits ini, muncul pertanyaan? Mengapa Rasulullah SAW.menyuruh bekas jilatan anjing harus dicuci? Ada yang menjawab, karena bekas jilatan anjing itu najis, kotor, dan menimbulkan penyakit. Dengan demikian istilah najis dalam hadits itu tidak ada. Soal mencuci bekas jilatan anjing ada ikhtikaf, tetapi soal najis atau tidaknya terjadi ikhtikaf.4


  1. Berdasarkan Hadits Abu Hurairah ra telah bersabda Rasulullah SAW “ menyucikan bejanamu yang dijilat oleh anjing , ialah dengan mencucinya sebanyak 7 kali,mula-mula dengan tanah. Jika ia menjilat ke dalam bejana yang berisi makanan kering, hendaklah dibuang mana yang kena dan sekelilingnya, sedang sisanya tetap dipergunakan karena sucinya tadi.5

  1. Menurut syafi’I,Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal bahwa anjing adalah najis.Akan tetapi Maliki, Daud dan Az- Zuhry berpendapat bahwa anjing adalah binatang suci. Adapun kewajiban bejana yang dijilati anjing sebanyak 7 kali merupakan yang bersifat ta’abbudi.6 
    Adapun tentang anjing adalah bersalahan ulama dengan 3 perkataan :
  1. Mengatakan anjing itu najis sekalian badannya.
  2. Mengatakan suci sekalian badannya.
  3. Najis air liurnya.
Sungguhpun telah kita nyatakan persalahan ulama itu, tetapi kita ini disuruh mengikuti Qur’an dan Hadits.Oleh Karena itu, kita tidak berani mengatakan ini najis atau tidaknya, sebelm ada keterangan dari Allah atau Rasul-Nya. Dalam islam ada asas, bahwa suatu barang itu asalnya suci dan halal, maka tidak harus kita katakana najis atau haram, kalau tidak ada keterangan yang mengharamkan atau menajiskan.
Firman Allah :


Artinya : Sesungguhnya Allah telah menyatakan kepada kamu apa-apa yang ia haramkan atas kamu (Qs.Al-an’am,119)7
  1. Kenajisan diseputar Babi
  1. Berdasarkan hakikatnya ada yang disebut dengan najis hakiki. Najis hakiki adalah najis yang berbentuk benda yang hukumnya najis dan bentuknya konkrit dapat dilihat. Dan yang termasuk dalam najis ini adalah daging babi.8
  2. Benda yang kenajisannya disepakati ulama diantaranya adalah daging babi, meskipun nash dalam Al-Qur’an selalu menyebut keharaman daging babi, namun kenajisannya bukan terbatas pada dagingnya saja, namun termasuk juga darahnya, tulangnya, lemaknya, kotorannya, dan semua bagian dari tubuhnya.

  1. Akan tetapi daging babi ini juga termasuk benda najis yang diperselisihkan oleh para ulama, karena kenajisannya sama dengan arak, bahwa najis makan daging babi karena daging babi itu haram untuk dimakan.
Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 145 sebagai berikut:

Artinya : “KatakanLah, ‘Tiadalah kudapati di dalam apa yang di wahyukan kepadaku, sesuatu yang di haramkannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi – karena semua itu kotor – atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barang siapa terpaksa, bukan karena menginginkan dan tidak melebihi batas (darurat), maka sungguh Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang”.(Qs. Al-An’am: 145)9

  1. Menurut pendapat lain adapun babi menurut ayat Qur’an haram dimakan, tetapi tidak ada keterangan yang mengatakan najis. Seperti dalam surat al- maidah ayat 3 ; bahwa diharamkan atas kamu bangkai, darah, dan daging babi. Singkatnya, bahwa babi itu haram atau najis buat dimakan. Kalau daging babi kena dibadan kita, tidak ada keterangan tentang wajib mencucinya.10

  1. Ilmu kedokteran mengakui bahwa makan daging babi berbahaya karena hal itu merupakan salah satu penyebab timbulnya cacing pita yang sangat berbahaya dan barang kali pengetahuan modern berikutnya akan lebih banyak menyingkap rahasia haramnya babi. Allah SWT berfirman:

157. (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka[574]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.

[574] Maksudnya: dalam syari'at yang dibawa oleh Muhammad itu tidak ada lagi beban-beban yang berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Umpamanya: mensyari'atkan membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan kisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau tidak tanpa membolehkan membayar diat, memotong anggota badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang kena najis.

Menurut Imam Syafi’i: ketentuan mencuci 7 kali itu berlaku pula bagi sesuatu yang terkena najis babi dengan alas an bahwa babi lebih buruk dari anjing.11


  1. Kepercikan Anjing dan Babi
Bila kepercikan dari anjing atau babi serupa air ludahnya, air ingus, keringat, dan air matanya suci, karena menurut kaedahnya setiap yang suci dan kepercikan dari padanya ialah suci.
Adapun bulu anjing, menurut pendapat yang azhhar (lebih terlihat) ialah suci dan tidak ada kepastian bahwa ia najis.
Adapun pebedaan pendapat antara Hanafiyah dan Malikiyah:
  1. Menurut Hanafiyah, Tidak ada hewan yang najis kecuali babi saja.
  2. Menurut malikiyah, Tidak ada najis bendanya atau a’innya dari hewan secara mutlak. Jadi, anjing dan babi dan yang berasal dari keduanya semua suci.12

DAFTAR PUSTAKA

  1. Abdul Hamid,K.H.2010.Fiqih Ibadah.Bandung: Pustaka Setia.
  2. Ahmad Hasan,dkk.1977.Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama.Bandung: Cv.Diponegoro Bandung.
  3. Bagir,M.Al-Habsyi.1999.Fikih Praktis.Bandung: Mizan.
  4. Bisri,A.Mustofa,K.H.2005.Fikih Keseharian Gus Mus.Surabaya: Khalista.
  5. Mansyur,Kahar.1995.Shalat Wajib Menurut Madzhab yang Empat.Jakarta: PT.Rineka Cipta.
  6. Nasution,Lahmudin.2000.Fiqih I.Semarang: Pustaka Rizki Putra.
  7. Sabiq,Sayyid.1973.Fiqih as-Sunnah I.Bandung: PT.Al-Ma’arif.
  8. http://tafany.wordpress.com/2009/03/25/daging-anjing-pemanfaatanya-dalam-hukum-islam
1 http://www.ilmusyariah.com/fiqh/ibadah/an-najasah-najis/
2 http://tafany.wordpress.com/2009/03/25/daging-anjing-pemanfaatannya-dalam-hukum-islam/
3 KH. A. mustofa Bisri, Fikih Keseharian Gus Mus, (Surabaya: Khalista, 2005),hal.133
4 Drs. K.H. Abdul Hamid, M.Ag, Fiqih Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),hal.172
5 Sayyid Sabiq, Fiqih as-Sunnah I, (Bandung: PT. Al-Ma’arif,1973),hal.127
6 Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fikih Praktis, (Bandung: Mizan, 1999),hal.53
7 A.Hasan,dkk, Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama, (Bandung:CV.Diponegoro Bandung, 1997),hal.34
8 http://www.ilmusyariah.com/fiqh/ibadah-fiqh/ibadah/an-najasah-najis/
9 Drs.K.H. Abdul Hamid, M.Ag, Fiqih Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),hal.171
10 A.Hasan, dkk, Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama, (Bandung: Cv.Diponegoro Bandung, 1997),hal.34
11 Drs. Lahmuddin Nasution, M.Ag, Fiqih I, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000),hal.127
12 Drs.H. Kahar Mahsyur, Shalat Wajib Menurut Madzhab yang Empat, (Jakarta: PT. Rineka Cipta),hal.64

BAB III
PENUTUP
                              Kesimpulan
Banyak madzhab yang mengatakan bahwa anjing bukan hanya air liurnya saja yang najis, melainkan juga seluruh tubuhnya anjing itu hukumnya najis berat,termasuk keringatnya. Sama halnya dengan daging babi banyak yang mengatakan kenajisan daging babi karena nash dalam Al-Qur’an selalu menyebut keharaman daging babi, namun kenajisannya bukan terbatas pada dagingnya saja, tapi termasuk juga darahnya, tulangnya, lemaknya, kotorannya dan semua bagian dari tubuhnya.




















PEMIKIRAN FILSAFAT ETIKA IBNU MASKAWAIH



PEMIKIRAN FILSAFAT ETIKA IBNU MASKAWAIH


Disusun dan Disampaikan untuk Memenuhi Tugas Filsafat Islam
Dosen Pengampu : M. Kurdi Fadal Mhi,Msi.




Disusun oleh ;
Eva Yuningsih 202109369
M. Saefudin 2021111228
Ana Miskhatun Jannah 2021111237
Maghfiroh 2021111246


Kelas : F


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN)
PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN


Dalam tradisi pemikiran filsafat islam, etrupakan salah satu aspek yang paling dominan. Tetapi tidak, sejak masuknya gelombang hallinisme dalam dunia penikiran islam, etika telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari filsafat. Tokoh-tokoh filsafat dimasa adalah juga dikenal sebagai tokoh –tokoh filsafat penggagas etika, seperti para aliran stoic (al-ruwwaiyah) ,phytagoras,galeneus,plato,socrates,dan Aristoteles sendiri bahkan tokoh-tokoh filsafat neo-platonisme,seperti platonius dan porphius adaah sumber terpenting dalam islam.
Diantara para tokoh etika islam adalah filosof ibnu maskawaih, yang dalm dunia filsafat islm dikenal sebagai guru ketiga setelah aristoteles,dan al-farabi dianggap sebagai salah seoang tokoh filosof yang menggagas filsafat etika. Semangat dan perhatianya yang begitu intens terhadap bidang ini, dimulai ketika ibnu maskawaih menjabat sebagai pejabat pada pemerintahan Adlut Al-daulah di masa kekuasaan bani Buaih.


PEMIKIRAN FILSAFAT ETIKA IBNU MASKAWAIH


  1. Biografi Ibnu Maskawaih
Maskawaih adalah seorang filosof muslim yang memusatkan perhatiannya pada etika islam. Meskipun sebenarnya iapun seorang sejarahwan, tabib, ilmuwan, dan sastrawan. Ia banyak mengetahui tentang kebudayaan Romawi, Persia, dan India. Disamping pengetahuannya tentang filsafat Yunani.
Nama lengkapnya adalah Abu Ali-khasim Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih, sebutan namanya yang lebih masyhur adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih. Nama itu diambil dari nama kakeknya yang semula beragama majusi (Persia) kemudian masuk islam, gelarnya adalah Abu Ali yang diperoleh dari sahabat Ali, yang bagi kaum syiah dipandang sebagai yang berhak menggantikan nabi dalam kedudukannya sebagai pemimpin umat islam sepeninggalnya. Gelar lain juga sering disebutkan yaitu Al-Khazim yang berarti bendaharawan.
Maskawaih dilahirkan di Pay (Teheran sekarang). Mengenai tahun kelahirannya, para penulis menyebutkan berbeda-beda. M.M syarif menyebutkan tahun 320 H/932 M. Margoliauth menyebutkan tahun 330 H/32 M. Abdul Aziz menyebutkan tahun 325 H. Sedang wafatnya (semua sepakat) pada 9 Shafar 421 H/6 Februari 1030 M.
  1. Biografi Pendidikan Ibnu Maskawaih
Riwayat pendidikan maskawaih tidak diketahui dengan jelas, Ahmad Amin memberikan gambaran pendidikan anak pada zaman abbasiyah, bahwa pada umumnya anak-anak bermula dengan belajar menulis, membaca al-quran, dasar-dasar bahasa arab, tata bahasa arab (nahwu) dan ‘arudh (ilmu membaca dan membuat syair). Semua mata pelajaran dasar tersebut diberikan di surau-surau, dikalangan keluarga yang berada, dimana guru didatangkan ke rumahnya untuk memberikan les privat kepada anak-anaknya. Perkembangan ilmu maskawaih diperoleh dengan jalan banyak membaca buku, terutama disaat memperoleh kepercayaan menguasai perpustakaan Ibnu al-amid.
Pengetahuan maskawaih yang sangat menonjol dan hasil banyak membaca buku itu ialah tentang sejarah, filsafat dan sastra. Hingga saat ini nama Maskawaih memperoleh sebutan Bapak etika islam, karena maskawaih-lah yang mula-mula mengemukakan teori etika dan sekaligus menulis buku tentang buku etika.
Adapun karya-karya maskawaih yang dapat terekam oleh para penulis (sejarahwan) diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Kitab Al-Fauz Al-Ashghar, tentang ketuhanan, jiwa dan kenabian (metafisika).
  2. Kitab Al-Fauz Al-akbar, tentang etika.
  3. Kitab Tabarat Al-Nats, tentang etika.
  4. Kitab Tabzib Al-akhlaq wa That_hir Al-Araq, tentang etika.
  5. Kitab Tartib As-sa’adah, tentang etika dan politik terutama mengenai pemerintahan Bani Abbas dan Bani Buwaih.1




  1. Unsur-unsur Etika
Teori etika maskawaih bersumber pada filsafat Yunani, peradaban Persia, ajaran syariat dan pengalaman pribadi. Teori etika maskawaih juga dipengaruhi oleh Plato dan Aristoteles. Dalam hal ini maskawaih hanya berusaha mempertemukan ajaran syariat islam dengan teori-teori etika dan filsafat. Misalnya, tentang argument Aristoteles, sedang tentang keutamaan jiwa adalah bersatu dengan akal aktif yang selanjutnya meningkat terus hingga bersatu dengan akal aktif yang selanjutnya meningkat terus hingga bersatu dengan tuhan yang diambil dari Plato.2


  1. Pengertian Akhlak
Ibnu Maskawaih dalam konstruksi pemikiran filsafat etikanya sangat khas, yang melandasi konsepnya tentang bagaimana mendidik manusia. Bertolak dari pandangannya bahwa watak dan karakter manusia dapat berubah karena pengaruh-pengaruh dan factor-faktor eksternal, misalnya lingkungan yang mengitarinya atau pola-pola pendidikan yang diperolehnya.


Kata akhlaq adalah bentuk jamak dari kata khuluq. Maskawaih memberikan pengertian khuluq sebagai berikut:
Khuluq adalah : peri keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dikpikirkan dan diperhitungkan sebelumnya.
Dengan kata lain, khuluq adalah peri keadaan jiwa yang mendorong timbulnya perbuatan-perbuatan secara spontan. Peri keadaan jiwa itu dapat merupakan fitrah sejak kecil, dan dapat pula merupakan hasil latihan membiasakan diri. Kesimpulannya bahwa peri keadaan jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan secara spontan itu dapat selamanya merupakan pembawan fitrah sejak lahir, tetapi dapat juga diperoleh dengan jalan latihan-latihan membiasakan diri, hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan baik. Dengan kata lain, manusia dapat berusaha mengubah watak kejiwaan pembawaan fitrahnya yang tidak baik menjadi baik. Manusia dapat mempunyai khuluq yang bermacam-macam baik secara cepat maupun lambat. Hal ini dapat dibuktikan pada perubahan-perubahan yang dialami anak dalam masa pertumbuhannya dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai dengan lingkungan yang mengelilinginya dan macam pendidikan yang diperolehnya.3
Maskawaih menetapkan kemungkinan manusia mengalami perubahan-perbahan khuluq, dan dari segi inilah maka diperlukan adanya aturan-aturan syariat, diperlukan adanya nasihat-nasihat dan berbagai macam ajaran tentang adab sopan santun. Adanya itu semua memungkinkan semua manusia dengan akalnya untuk memilih dan membedakan mana yang seharusya dilakukan dan mana yang seharusnya ditinggalkan. Dari sini pula maskawaih memandang penting arti pendidikan dan lingkungan bagi manusia dalam hubungannya dengan pembinaan akhlaq.4
Berdasarkan ide diatas secara tidak langsung ibnu maskawaih menolak pandangan orang-orang Yunani yang menatakan bahwa tidak dapat berubah. Bagi ibnu maskawaih yang tercela bias berubah menjadi akhlak yang terpuji dengan jalan pendidika dan latihan-latihan. Pemikiran seperti ini jelas sejalan dengan ajaran islam karena kandungan ajaran islam secra eksplisit telah mengisyaratkan kerah ini dan pada hakikatnya syariat agam bertujuan mengokohkan dan memperbaiki akhlak manusia. Kebenaran ini jelas tidak bisa dibantah, sedangkan akhlak atau sifat bintang saja bisa berubah dari liar menjadi jinak, apalagi akhlak manusia.5


  1. Mahabbah (Cinta)
Maskawaih memberikan perhatian khusus kepda cinta sebagai salah satu unsur etika. Cinta menurutnya ada dua macam yaitu, cinta kepada Allah dan cinta kepada manusia terutama seorang murid kepada gurunya. Cinta yang tinggi nilainya adalah cinta kepada Allah, tetapi cinta tipe ini hanya dapat dicapai oleh sedikit orang. Cinta kepada sesama manusia ada persamaan antara cinta anak kepada orang tua dan cinta murid kepada guru, tetapi cinta murid kepda guru dipandang lebih mulia dan lebih berperan. Guru dalah bapak rohani bagi murid-muridnya. Gurulah yang mendidik murid-muridnya untuk dapat memiliki keutaman yang sempurna. Kemuliaan guru terhadap muridnya ibarat kemuliaan rohani terhadap jasmani.6
Mahabbah (Kecintaan) Allah kepada hamba yang mencintai-Nya itu selanjutnya dapat mengambil bentuk iradah dan rahmah Allah yang diberikan kepada hamba-Nya dalam bentuk pahala dan nikmat yang melimpah. Mahabbah berbeda dengan al-raghbah, karena mahabbah adalah cinta yang tanpa dibarengi dengan harapan pada hal-hal yang bersifat duniawi, sedangkan al-raghbah cinta yang disertai perasaan rakus, keinginan yang kuat dan ingin mendapatkan sesuatu, walaupun harus mengorbankan segalanya.7
Objek cinta ada dua yaitu, objek hewaniah dan objek spiritual. Objek hewaniah hanya mengarahkan kepada kesenangan sesaat dan duniawiah saja, sementara objek spiritual bersifat kebaikan yang berdimensi ilahiyah dan ilmiah.8
  1. Pendidikan Akhlaq kepada Anak-anak
Maskawaih juga menaruh perhatian besar terhadap pendidikan akhlaq pada anak-anak. Beliau mengatakan bahwa kejiwaan anak-anak adalah mata rantai antara jiwa binatang dan jiwa manusia berakal. Pada jiwa anak-anak berakhirlah ufuk binatang dan mulailah ufuk manusia. Jiwa anak-anak berkembang dari tingkat sederhana kepada tingkat tingkat yang lebuh tinggi, semula tanpa ukuran, kemudian berkembanglah padanya kekuatan perasaan nikmat dan sakit, kemudian timbl pula kekuatan yang lebih kuat, yaitu kekuatan syahwat yang sering disebut dengan nafsu kebinatangan (bahimiyah). Dalam perkembangan berikutnya timbul pula kekuatan sabu’iyah dan ghadhabiyah. Akhirnya dalam perkembangan berikutnya lahir pula kekuatan berfikir, atau jiwa cerdas, yang ditandai dengan timbulnya rasa malu pada anak-anak. Pada tahapan ini, anak-anak dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk. Pada saat inilah paling tepat pendidikan keutamaan mulai ditnamkan pada anak-anak.
Kehidupan utama pada anak-anak memerlukan dua syarat, syarat kejiwaan dan syarat social. Syarat pertama tersimpul dalam menumbuhkan watak cinta kepada kebaikan, yang dapat dilakukan dengan mudah pada anak-anak yang berbakat baik, dan dapat dilatih dengan membiasakan diri pada anak-anak yang tidak berbakat untuk cenderung pad kebaikan. Syarat kedua dapat dicapai dengan memilihkan teman-teman yang baik, menjauhkan dari pergaulan dari teman-temannya yang berprangai buruk.
Nilai-nilai keutamaan pada anak-anak yang harus menjadi perhatian adalah yang mencakup aspek jasmani dan rohaninya. Mengenai keutamaan jasmani harus diperhatikan makanannya, kegiatan-kegiatannya dan istirahatnya.
Nilai-nilai keutamaan rohani perlu mendapat keutamaan ekstra. Mula-mula harus ditumbuhkan rasa cinta kepada kehormatan, percaya pada diri sendiri dan memprcedas diri dengan banyak hafalan cerita-cerita yang baik dan puisi-puisi yang dapat memotivasi menuju hidup utama. Anak-anak harus dijauhkan dari bacaan-bacaan yang dekstruktif bagi perkembangan jiwanya. Maskawaih juga memandng diam, tidak banyak bicara pada anak suatu hal yang positif, dan supaya snantiasa dijauhkan dari kebiasaan berkata kotor atau tidak pantas.
Keutamaan-keutamaan dalam pergaulan bersama anak-anak yang harus ditanamkan ialah kejujuran, agar tidak mempunyai kebiasan yang berdusta, tidak mempunyai permintaan yng berlebihan, pemurah suka mengalahkan diri sendiri untuk mengutamakan kepentingan orang lain yang lebih mendesak dan yng terakhir adalah hendanknya ditanamkan rasa wajib taat, yang diharapkan melahirkan rasa wajib hormat kepada orang lain, terutama kepda kedua orang tua dan para gurunya. Menanamkan rasa wajib taat seperti itu akan berpengaruh positif pada anak-anak. Dengan demikian anak-anak akan terbiasa menahan diri, menjauhkan diri dari kenikmatan-kenikmatan hidup yang buruk, suka mendengrkan nasihat, rajin belajar, dan menghormati ajaran syariat yang dititihkan Allah.9
SIMPULAN


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Maskawaih adalah filosof besar dalam islam. Tetapi kefilosofannya tidak diraih melalui jalur pendidikan formal, melainkan dengan otodidak. Dialah contoh seorang otodidak sukses dan sejati.
Dan perlu dicatat di sini bahwa pengaruh filsafat yunani sangat besar merusak dalam pikirannya sehingga berkesan menomerduakan ajaran-ajaran agama.
Filsafat yunani mendapat porsi yang lebih besar dibanding porsi agama. Misalnya ketika menyebut tentang keutamaan-keutamaan moral, bukan menonjolkan nilai-nilai akhlak islam tetapi justru mengadopsi konsep plato, aristoteles, dan Galen.
Namun demikian maskawaih memiliki nilai plus dibandingkan filosof lainnya, terutama sekali dalam membahasnya tentang urgensi kenabian dan urgensi ditanamkannya endidikn agama terhadap anak-anak, nilai turunnya peradaban, bangsa-bangsa dan Negara-negara.
Untuk itu ahli sejarah harus menjaga diri terhadap kecenderungan mencampuradukan kenyataan dan rekaan atau kejadian-kejadian palsu.ia bukan saja harus factual, tetapi juga harus kritis dalam mengumpulkan data.


DAFTAR PUSTAKA
                   Mustafa.1997. Filsafat Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Al Jauhari, Imam Khanafie.2006. Filsafat Islam. Yogyakarta: Gama Media.
Masruri, M. Hadi. 2009. Pendidikan Islam Dari Paradigma Klasik Hingga kontemporer. Malang: UIN Malang Press.
Nata, Abuddin. 2006. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Zar, Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
1 Imam khanafie al-jauhari, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Gama Media,2006),hlm
2 Ibid.,hlm

3 M.Hadi Masruri, Pendidikan Islam Dari Paradigma Klasik hingga kontemporer,(Malang:UIN Malang Press,2009),hlm.144-146.
4 A.Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung:CV Pustaka Setia,1997),hlm.177-178.
5 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam,(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2004),hlm.135-136.
6 Imam khanafi Al jauhari, Op.cit.,hlm
7 Abuddin nata, Akhlak Tasawuf,(Jakarta:PT RajaGrafindoPersada,2006),hlm.209.
8 Imam khanafie Al Jauhari,Loc.cit.
9 A.Mustofa,Op.cit.,hlm.181-182.

PERADABAN ISLAM INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN


MAKALAH
PERADABAN ISLAM INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : SPI ( Sejarah Peradaban Islam )
Dosen Pengampu : Jumailah, M.S.I
Disusun oleh :
Edward Muslim ( 2021 111 236 )
AnaMishatun Janah ( 2021 111 237 )
Laila Zulfa ( 2021 111 238 )
Ika Korena Rudito ( 2021 111 239 )


Kelas : F


TARBIYAH / PAI
Sekolah tinggi AGAMA ISLAM NEGERI(STAIN)
PEKALONGAN
2011
BAB I

PENDAHULUAN


Dalam peradaban islam pada zaman sekarang telah mengalami masa-masa perubahan yang sangat meningkat,terutama dalam manifestasi-manifestasi kemajuan teknis. Dengan tujuan manifestasi cara berpikir dan merasa untuk mempraktiskan dan memberi kesenangan dalam kehidupan. Peradaban islam sesudah kemerdekaan di indonesia ini telah memberikan banyak perubahan misalnya sepertimendirikan departemen agama, Lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga islam lainnya. Semua lembaga ini masih berdiri kokoh serta bermanfaat bagi seluruh masyarakat yang bertujuan untuk memudahkan dan mensejahterakan kehidupan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas sedikit tentang masalah perubahan yang ada di peradaban islam sesudah kemerdekaan.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Islam Indonesia Dalam Masa Revolusi
Pada masa revolusi, Islam politik melupakan sejenak perjuangan menegakkan negara Islam.Pada masa ini, semua kekuatan rakyat Indonesia bersatu untuk melawan kembalinya Belanda. Namun demikian, umat Islam juga tidak melupakan penegakan kehidupan bernegara yang baik.Untuk itu, umat Islam membentuk partai politik guna mendukung sistem pemerintahan demokratis di Indonesia dan guna memudahkan umat Islam dalam menyampaikan aspirasinya serta memudahkan penyatuan umat Islam dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan di atas dibentuklah partai politik Masjumi.Masjumi dibentuk dalam Muktamar Islam Indonesia di Gedung Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah, Yogyakarta, tanggal 7-8 November 1945.
Dalam muktamar tersebut diputuskan bahwa Masjumi adalah satu-satunya partai politik Islam di Indonesia, dan Masjumi lah yang akan memperjuangkan nasib politik umat Islam Indonesia. Dengan keputusan ini, keberadaan partai politik Islam yang lain tidak diakui.169 Dengan adanya satu partai politik Islam diharapkan cita-cita Islam menjadi mudah untuk direalisasikan. Partai ini mendapat dukungan yang luar biasa dari para ulama, modernis dan tradisionalis, di samping dari pemimpin-pemimpin umat non-ulama Jawa- Madura.Pemimpin-pemimpin umat dari luar Jawa juga berdiri sepenuhnya di belakang partai baru ini, sekalipun mereka tidak dapat menghadiri Kongres di Yogyakarta karena sulitnya transportasi antarpulau pada waktu itu.Masjumi mewakili kepentingan-kepentingan politik umat Islam. Dalam Anggaran Dasar Masjumi ditegaskan bahwa “tujuan partai ialah terlaksananya ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan orang seorang, masyarakat, dan negara Republik Indonesia, menuju keridhaan Illahi”.1
  1. Departemen Agama
` Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, para pemimpin rakyat Indonesia sepakat untuk menerapkan bentuk republik dalam pemerintahan Indonesia (proses akhirnya). Dan pemerintahannya di dasarkan atas asas pancasila dan UUD 1945.
Sila-sila dalam pancasila itu sendiri, jika dikaitkan dengan ajaran syariat islam akan ditemukan kesamaannya dalam al-Qur’an sebagai sumber utama umat islam telah mengemukakan dengan jelas yang kaitannya dengan pancasila.
Dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia dibentuk Departemen Agama (dulu namanya Kementrian Agama). Yang pertama kalinya didirikan pada masa kabinet Syahrir sampai sekarang menteri agamanya masih dipegang oleh seorang muslim. Kepala Negara dan menterinya mayoritas dari kaum muslimin.2
  1. Pendidikan
Setelah Indonesia merdeka, terutama setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan pendidikan agama islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjurkan agar pendidikan madrasah diteruskan.Badan ini juga mendesak pemerintah agar memberikan bantuan kepada madrasah. Departemen Agama dengan segera membentuk seksi khusus yang bertugas menyusun pelajaran dan pendidikan agama Islam dan Kristen, mengawasi pengangkatan guru-guru agama,dan mengawasi pendidikan agama. Pada tahun 1946, Departemen Agama mengadakan latihan 90 guru agama, 45 orang di antaranya kemudian diangkat sebagai guru agama. Pada tahun 1948, didirikanlah sekolah guru dan hakim di Solo.
Haji Mahmud Yunus, seorang lulusan Kairo yang di zaman Belanda memimpin Sekolah Normal Islam di Padang, menyusun rencana pembangunan pendidikan Islam. Ketika itu mengepalai seksi Islam dari Kantor Agama Propinsi.Dalam rencananya, ibtidaiyah selama 6 tahun, tsanawiyah pertama 4 tahun dan tsanawiyah atas 4 tahun.Gagasannya ini dilaksakan di Lampung (waktu itu karesidenan) tahun 1948.Sementara itu, Aceh menyelenggarakan rencananya sendiri.Banyak sekolah-sekolah swasta di daerah ini dijadikan negeri, sekurang-kurangnya memperoleh subsidi dari pemerintahan.Mahmud Yunus juga menyarankan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah “umum” yang disetujui oleh konperensi pendidikan se-Sumatera di Padang Panjang, 2-10 Maret 1947.
  1. Hukum Islam
Lembaga Islam yang penting yang ditangani oleh Departemen Agama adalah hukum atau syariat.Pengadilan Islam di Indonesia membatasi dirinya pada soal-soal hukum muamalat yang bersifat pribadi.Hukum muamalat pun terbatas pada masalah nikah, cerai dan rujuk (faraidh), wakaf, hibah, dan sangat baitul mal.
Keberadaan lembaga peradilan agama di masa Indonesia merdeka adalah kelanjutan dari masa kolonial Belanda.
Kemantapan posisi hukum Islam dalam sistem hukum nasional semakin meningkat setelah Undang-Undang Peradialan Agama ditetapkan tahun 1989.Undang-Undang Peradilan Agama ini merupakan kelengkapan dari UU No. 14/1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 14/1970 disebutkan: “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan: (a) Peradilan Umum, (b) Peradilan Agama, (c) Peradilan Militer, (d) Peradilan Tata Usaha Negara. Sebagai suatu undang-undang lain untuk mengatur empat lingkungan peradilan yang diundangkan dalam UU itu, antara lain UU tentang Peradilan Agama.
  1. Haji
Indonesia termasuk negeri yang banyak mengirim jamaah haji.Di masa penjajahan tahun kemuncak ialah tahun 1926/1927 ketika sekitar 52.000 orang pergi ke Mekah.Tetapi umumnya dalam keadaan biasa jumlah jamaah meningkat cepat karena memang keinginan menunaikan ibadah haji semakin kuat. Angka tertinggi sampai tahun 1992, yaitu sekitar 107.000 orang jamaah haji Indonesia diberangkatkan.
Sejak awal tahun 1970-an, banyak para pejabat tinggi pemerintah, termasuk menteri, yang tidak ketinggalan berangkat ke tanah suci.Bahkan dari kalangan merekalah amir al-hajj (pemimpin jamaah haji) Indonesia ditunjuk.
Semenjak zaman penjajahan Belanda, umat islam Indonesia ingin mempunyai kapal laut untuk dipergunakan dalam penyelenggraan perjalanan haji. Iuran dikumpulkan, saham diedarkan, tetapi selama zaman jajahan keinginan ini tidak terwujud.Setelah Indonesia merdeka, usaha ini dilanjutkan.Pada tahun 1950 sebuah yayasan, yaitu Yayasan Perjalanan Haji Indonesia, didirikan di Jakarta.Pemerintah memberikan kuasa kepada Yayasan itu untuk menyelenggarakan perjalanan haji. Sebuah bank, Bank Haji Indonesia, dan sebuah perusahan kapal, Perlayaran Muslimin Indonesia (MUSI) didirikan. Tetapi sepuluh tahun kemudian perusahaan MUSI ini masih saja bertindak sebagai agen dalam mencarter kapal dari perusahaan asing; MUSI tidak mempunyai kapal sendiri. Cara ini ditempuh sampai tahun 1962, ketika MUSI dibekukan oleh pemerintah, mungkin sekali karena pertimbangan politik.Setahun sebelumnya, pada tahun 1961, Petugas Haji Indonesia (PHI) yang bertugas memberikan kemudahan-kemudahan naik haji, juga dibubarkan karena banyak anggota PHI adalah anggota masyumi, partai yang telah dibubarkan.
  1. Majelis Ulama Indonesia
Disamping Departemen Agama, cara lain pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan administrasi Islam ialah mendirikan Majelis Ulama. Suatu program pemerintah, apalagi yang berkenaan dengan agama hanya bisa berhasil dengan baik bila disokong oleh ulama.Karena itu kerjasama antara pemerintah dan ulama perlu terjalin dengan baik.Pertama kali majelis ulama didirikan pada masa pemerintahan SMajelis ini pertama-tama berdiri di daerah-daerah karena diperlukan untoekarno.uk menjamin keamanan. Di jawa barat berdiri pada tanggal 12 Juli 1958, diketuai oleh seorang panglima militer. Setelah keamanan sudah pulih dari pemberontakan DI-TII tahun 1961,Majelis Ulama ini bergerak dalam kegiatan-kegiatan di luar persoalan keamanan, seperti dakwah dan pendidikan.
Dalam Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia yang disah kan dalam kongres tersebut, disebutkan bahwa Majelis Ulama Indonesia berfungsi:
  1. Memberi fatwa dan nasihat mengenai masalah keagamaan dan kepadapemerintah dan umat Islam umumnya sebagai amar ma’ruf nahi mungkar, dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional.
  2. Mempererat ukhuwah islamiyah dan memelihara serta meningkatkan suasana kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
  3. Mewakili islam dalam konsultasi antar umat beragama.
  4. Penghubung antra ulama dan umara (pemerintah) serta menjadi penerjemah timbal balik antara pemerintah dan umat guna menyukseskan pembangunan nasional.3
  1. Peran Islam dalam Kemerdekaan
Agama Islam ternyata begitu kokoh tertanam dalam nurani bangsa Indonesia, sehingga semangat perjuangan mereka, khususnya para pahlawan kita tidak pernah pudar sedikitpun sampai titik darah penghabisan.
Islam telah mendidik karakter bangsa Indonesia menjunjung tinggi kebenaran, kejujuran dan kesucian. Karena itu jika kaum penjajah berani menghancurkan kebenaran dan kejujuran, serta berani menodai kesucian, mereka akan membelanya pantang menyerah. Islam juga mendidik karakter bangsa Indonesia kayakinan akan adanya hidup di balik maqam, keyakinan dan adanya ancaman keburukan serta balasan atas kebaikan. Maka untuk membela kebenaran mereka bersedia berjihad di jalan Allah. Demikian pula Islam juga mendidik karakter: “Jika engkau menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Q.S. Muhammad:47)
Perlu diketahui bahwa perjuangan membela kebenaran, menegakkan perikemanusiaan dan perikeadilan termasuk menolong agama Allah. Sungguh, begitu besar jasa Islam di masa lalu, maka kepada para penulis sejarah hendaklah tidak mengecilkan peran umat Islam di nusantara ini, sehingga para generasi penerus tidak buta terhadap peran Islam dan umatnya tersebut.
Setelah 66 tahun kemerdekaan negeri ini, adalah sebuah kepatutan bagi umat Islam Indonesia untuk mengambil peran besar dalam pembangunan ini seperti besarnya umat Islam di masa lalu. Sebab jika peran kita lebih besar, kita akan mampu menentukan arah pembangunan yang lebih manusiawi, hingga insyaallah dapat melepaskan diri dari penyakit peradaban kita yakni KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepostisme).4
  1. Peradaban Islam dan Negara Pancasila
Nasionalisme merupakan tali pengikat yang kuat, yakni paham yang menyatakan bahwa kesetiaan individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan, sebagai ikatan yang erat terhadap tumpah darahnya. Keinginan untuk bersatu, persamaan nasib akan melahirkan rasa nasionalitas yang berdampak pada munculnya kepercayaan diri, rasa yang amat diperlukan untuk mempertahankan diri dalam perjuangan menempuh suatu keadaan yang lebih baik. Dua faktor penyebab munculnya nasionalisme, yaitu faktor intern dan ekstern.Faktor pertama sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap penjajah yang menimbulkan perlawanan rakyat dalam bentuk pemberontakan atau peperangan.Sedang faktor kedua sebagai renaissance yang dianggap simbol kepercayaan atas kemampuan diri sendiri.
Selain kondisi bangsa Indonesia berada dalam dominasi politik, militer dan ekonomi bangsa-bangsa asing, nasionalisme Natsir muncul atas dorongan ajaran agama yang diyakininya yang mewajibkan kepada setiap Muslim untuk mencintai tanah airnya.Karena itu, nasionalisme merupakan bagian dari Islam yang selalu mengajarkan agar mengenal kebudayaan dan bangsa-bangsa lain tanpa menanggalkan pribadinya sebagai Muslim. Inilah yang dimaksud nasionalisme Islami, yaitu orang-orang yang tetap komitmen pada pandangan bahwa negara dan masyarakat harus diatur oleh Islam sebagai agama yang, -dalam arti luas-, bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan juga hubungan antara sesama manusia, sikap manusia terhadap lingkungannya, alam dan lain-lain sebagainya. Sementara nasionalisme sekuler sebaliknya, yakni tanpa perhatian melihat keterpautannya dengan agama.
Wajar jika nasionalisme dan Islamisme selalu hadir berdampingan dalam sejarah bangsa Indonesia, bahkan selama masa penjajahan, agama menjadi aspek yang menegaskan perjuangan nasional. Selain organisasi-organisasi nasional, seperti Jong Java, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Jong Ambon dan lainnya, tidak sedikit gerakan-gerakan yang berasaskan ke-Islam-an banyak yang tampil menjadi pelopor dan penggerak bangkitnya nasionalisme. Artinya kekuatan nasionalisme an Islamisme melebur menjadi satu dalam memerangi segala bentuk penjajahan.Bahkan dalam sejarah Indonesia, keduanya menjadi kekuatan besar yang terpadu dalam merebut kemerdekaan Indonesia.
Bahkan pergerakan organisasi keagamaan sejak awal telah memiliki kesadaran kebangsaan dan nasionalisme.Wadah-wadah seperti NU, Muhammadiyah, Persis, al-Wasliyah, dan lainnya telah berhasil menyingkirkan sifat kepulauan dan keprovinsian.Organisasi ini memulai gerakannya dengan menanamkan persaudaraan antar sesama rakyat yang berada di luar batas Indonesia dengan ikatan ke-Islam-an. Karena itu, ikatan persaudaraan yang melewati lintas etnik, budaya, politik tersebut terus dipertahankan secara konsisten.Sebab, persaudaraan yang diikat oleh kesadaran keagamaan ini menjadi benih-benih tumbuhnya sikap nasionalsime dan kesadaran mempertahankan NKRI.
Kaitannya hubungan antara Islam dan negara, pemikiran Natsir berorientasi pada paradigma integralistik; yaitu penyatuan antara agama dan negara secara utuh.Artinya, dirinya menentang gagasan yang lebih menyukai pemisahan antara agama dan negara (sekularistik).Uraian kenegaraan menurutnya menjadi satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Islam.Karena itu, tujuan terbentuknya suatu negara adalah untuk melaksanakan undang-undang Ilahi, baik yang berkenaan dengan kehidupan individu maupun sosial.Natsir tidak menentukan model negara yang dikehendaki oleh Islam, sebab bentuk negara menurutnya merupakan urusan keduniaan.Karena itu, manusia memiliki kebebasan menentukan model suatu negara yang hendak dibentuknya.Monarki boleh, republikpun tidak dilarang.Ia lebih menekankan pada sisi aplikasi penyelenggaraan suatu negara. Namun ketika mengusulkan ide-idenya, kelihatannya ia lebih cenderung pada bentuk negara republik ketimbang monarki. Hal ini dapat dilihat dari pemikirannya mengenai demokrasi, penekanannya terhadap sistem syura (musyawarah) dalam proses pengambilan keputusan, yang tampak lebih dominan5


BAB III
PENUTUP
Organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam danorganisasi-organisasi yang didirikan kaum terpelajar baru, menandakan tumbuhnya benih- benih nasionalisme dalam pengertian modern.Peradaban-peradaban Islam sebelum kemerdekaan adalah birokrasi keagamaan, ulamadan ilmu-ilmu pengetahuan, dan arsitek bangunan. Sedangkan peradaban Islam setelahkemerdekaan adalah Departemen Agama, Pendidikan, hukum Islam, haji, dan Majelis UlamaIndonesia (MUI)

DAFTAR PUSTAKA
1 http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/132757-T%2027807-Islam%20kultural-Metodologi.pdf20ISLAM
2 FatahSyukur,Sejarah Peradaban Islam,( Jakarta: Pustaka Rizki Putra,2009),hal.274.
3 Badri YatimSejarah Peradaban Islam.( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,2003),hal.309
4 http://www.surabayapagi.com/index.php?3b1ca0a43b79bdfd9f9305b81298296285aecf62d8e99ce48f909b4e6fc830f5
5 file:///H:/spi/Nasionalisme,%20PANCASILA,%20DAN%20ISLAM%20SEBAGAI%20DASAR%20NEGARA%20KESATUAN%20RI.htm