MAKALAH
KHILAFIYAH DI SEPUTAR AIR MUSTA`MAL
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas :
Mata kuliah : Fiqih 1
Dosen Pengampu : Ali Trigiyatno, M.Ag
![]() |
Disusun Oleh :
Edward Muslim (2021 111 236)
TARBIYAH / PAI ( Kelas F )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011
PENDAULUAN
Kehidupan setiap makhluk tidak pernah terlepas dari apa yang namanya air. Air merupakan kebutuhan pokok bagi setaiap makhluk,termasuk manusia. Selain sebagai kebutuhan pokok, Air juga digunakan sebagai media untuk membersihkan kotoran dari suatu barang yang dianggap najis atau tidak suci. Dalam agama Islam air berfungsi sebagai media untuk bersuci (thaharah) guna menghilangkan hadats besar maupun kecil sebagai syarat unuk melaksanakan shalat. Tidak sembarang airdapat digunakan untuk bersuci, ada kriteria tertentu yang harus dimiliki oleh air jika akan digunakan untuk bersuci, seperti air muthlak (suci menyucikan). Namun kalau misalkan airnya sudah terkena zat-zat tertentu sehingga dapat merubah warna, aroma,dan rasa apakah dapat digunakan sebagai alat untu bersuci ? Dan bagaimanaah hukumnya ? Hal ini akan kita bahas dalam makalah ini.
PEMBAHASAN
A..Pengertian Air Musta`mal
Air musta`mal adalah air yang telah dipakai untuk bersuci.air ini suci tapi tidak mensuccikan,tidak boleh dipakai untuk bersuci.Tapi kalau belum berubah rasa dan baunya, masih tetap suci. Berdasarkan hadist Nabi SAW.bersabda :
خَلَقَ اللهُ ْالمَاَءُ طَهُورًا لاَ يُنَجِسُهُ َشُيْءٌ اِلاْمَاغَيُرُ طَغْمَهُ اَوْ رِيْحَهُ ÷
“ Allah menciptakan air itu suci, tidakk ada sesuatupun yang menajiskannya, kecuali kalau sudah berubah rasa atau baunya”.[1]
Air musta`mal adalah air yang sudah dipakai untuk bersuci fardhu (wajib). Yaitu untuk mengangkat hadas kecil atau hadas besar pada basuhan yang pertama. Sebab basuh yang pertama itulah basuh yang fardhu, sedang basuh yang kedua adalah basuh sunah. Dengan syarat kalau basuh yang pertama itu telah meratai anggota yang wajib dibasuh. Kalau anggota yang wajib dibasuh itu hanya baru lengkap dengan basuh yang kedua kali, maka basuh yang kedua kali ini sebenarnya dinamakan basuh yang pertama juga, sebab basuh yang kedua itulah yang menyempurnakan basuh yaqng pertama. Umpamanya membasuh muka, atau kedua tangan hingga basah kedua siku dan lain-lainya bagi orang yang berwudhu. Atau membasuh sekalian badan bagi orang yang hendak mandi wajib, seperti mandi junub, haid atau nifas.
Atau air yang terpakai untuk membasuh najis ketika keadaan air itu sedikit, walau najis yang dibasuh itu najis yang dimaafkan dalam agama. Seperti setitik darah selain darah anjing dan babi. Atau tidak banyak seperti darah kutu dan lain-lainya. Maka dapatlah diketahui, bahwa air yang dihukumi musta`mal itu adalah air yang sedikit, bila air itu telah terjerai dari tempat yang dibasuh. Karena sesungguhnya air selama masih pulang balik di atas anggota, belum berlaku padanya hukum must`mal.
B. Beberapa Pendapat Tentang Air Musta`mal
Air musta`mal yaitu air yang telah dipakai untuk mengangkat hadats sebagaimana rasulallah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Nasa`i dengan sanad yang sahih dari seorang laki-laki sahabat Nabi SAW dia berkata :
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ علَيْهِ وَسَلّمَ ,أنْ تَغْتَسِِلَ الْمََرْآَةُ بِفَضْلِ الرَّجُلِ اَوْ الرَّجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأََة وَالْيَعْتَرِفَا جَمِيْعًا.
“Rasulallah SAW telah melarang seorang istri mandi dengan air sisa suaminya atau seorang suami mandi dengan air sisa iastrinya. Hendaknya mereka mandi bersama-sama”.
Ketentuan tersebut berlaku jika airnya sedikit. Tetapi jika airnya banyak, maka air tersebut tidak dihukumkan air musta`mal.[2] Abu Qasim berkata ; Seorang tidak boleh berwudhu dengan menggunakan air yang telah digunakannya untuk berwudhu. Maksudnya air yang menetes dari anggota –anggota tubuh orang yang berwudhu, dan juga orang yang mandi. Dari pendapat ini , dapat difahami bahwa air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats dianggapp sebagai air yang suci tapi tidak mensucikan. Ia tidak dapat mmenghilangkan hadats dan juga najis.
Diriwayatkan dari Ali, Ibnu Umar dan Abu Umamah barang siapa yng lupa mengusap kepalanya , kemudian dia menemukan sisa air di jenggotnya, maka dia dibolehkan untuk mengusap kepalanya dengan sisa-sisa air tesebut.Dalilnya adalah bahwa Nabi SAW pernah bersabda,
الْمَاءُلاَيُجْنِبُ
“Air itu tidak (ikut) junub.”
Beliau juga bersabda ;
الْمَاءُ لَيْس عَلَيْهِ جَنَابَةٌ
“Tidak ada (status) junub pada air itu”
Diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah mandi junub, lalu beliau melihat ada bintik-bintik yang belum terkena air, Maka beliaupun memeras rambutnya di aas bintik-bintik hitam tersebut.[3]
Dari Abu Hurairah ra berkata ;
آنَّ نَبِيََّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, لَقِيَهُ فِى بَعْضِ تُرُقَاتِ الْمَدِيْنَةِ وَهُوَ جُنُبٌ,فَانْخَنَسَ مِنْهُ, فََذَهَبَ فَاغْتَسَلَ, ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ :أيْنَ كُنْتَ يَاأَبَاهُرَيْرَتَ؟ فَقَالَ :كُنْتُ جُنُبًا فَكَرِهْتُ أَنْ اُجَالِسَكَ وَانَا عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ, فَقَالَ: سُبْحَانَ اللهِ إنَّ الْمُؤْمِنَ لاَيَنْجُسُ
“Bahwa Rasulullah SAW pernah bertemu denganya disuatu jalan di Madinah,sedang Ia tengah dalam keadaan junub.Lalu Ia menyelinap dari pandangan Beliau unmtuk pergi dan mandi.setelah itu Ia datang menghadap Rasulallh dan beliaupun bertanya:kemana kamu tadi,wahai Abu Hurairah ? Ia menjawab sesungguhnya aku tadi sedang junub ,oleh itu aku tidak suka duduk bersamamu dalam keadaan tidak suci.Maka beliaupun bersabda;Maha Suci Allah,sesungguhnya orang mukmin itu tidaklah najis ( HR.Jama`ah )
Analogi dari pengertian diatas adalah,bahwa kita itu tidak najis ketika dalam keadaan junub.Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menjadikan air tidak hilang kesuciannya hanya karena persentuhanya dengan tubuh manusia .Sebab,pada dasarnya hal itu merupakan pertemuan antar sesuatu yang suci ( tubuh manusia ) dengan sesuatu yang suci lainnya ( air ),sehingga tidak memberikan pengaruh sama sekali.[4] Ibnul-Mundzir berkata :
روي عن علي وابن عمر وأبي أمامة وعطاء والحسن ومكحول والنخعي : أنهم قالوا فيمن نسي مسح رأسه فوجد بللا في لحيته : يكفيه مسحه بذلك ، قال : وهذا يدل على أنهم يرون المستعمل مطهرا
“Diriwayatkan dari ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah. ‘Atha’, Al-Hasan, Makhul, dan An-Nakha’i, bahwasannya mereka berkata : Barangsiapa lupa membasuh kepalanya lalu ia mendapati air yang membasahi jenggotnya, maka cukuplah ia membasuh kepalanya dengan air tersebut”. Ia (Ibnul-Mundzir) berkata lagi : “Hal ini menunjukkan bahwa mereka beranggapan air musta’mal itu mensucikan”.[5]
Adapun pendapat dari 4 Madzhab sebagai berikit ;
a. Madzhab Syafi`iyah
Menurut ulama Syafi’iyah air musta’mal adalah :
1. Air sedikit (kurang dari 2 qullah) dalam suatu wadah yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam rukun thaharah. Air itu menjadi musta`mal apabila diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi wajib, meski hanya dipakai untuk mencuci tangan yang merupakan sunnah dari wudhu`.
2. Air yang menetes dari anggota wudhu’ atau badan (setelah mandi wajib). Apabila air ini masuk ke dalam wadah air yang kurang dari 2 qullah, maka akan “menular” ke-musta’mal-annya.
Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karean statusnya suci tapi tidak mensucikan[6]
b. Madzhab Hanafiyah
Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta’mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudu` atau mandi. Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudu` untuk salat atau mandi wajib) atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudu sunnah atau mandi sunnah. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta’mal. Bagi mereka, air musta’mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudu atau mandi.[7]
c. Madzhab Malikiyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis)..[8] Namun Ulama` Malikiyyah berkata bahwa airmusta`mal adalah air yang suci dan menyucikan, baik sedikit atau banyak berdasarkan riwayat Rubayi`binti Mu`awwadz dalam menjelaskan wudhu Nabi Muhammad SAW, dia berkata ;”Beliau mengusap kepala dengan air sisa dari basuhan tangannya”.(HR.Ahmad dan Abu Dawud).[9]
d. Madzhab Al-Hanabilah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya.Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta`mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang diluar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal. Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu` / mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal. Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi `tertular` kemusta`malannya
PENUTUP
KESIMPULAN
Air musta`mal adalah air yang sudah dipakai untuk bersuci fardhu (wajib). Yaitu untuk mengangkat hadas kecil atau hadas besar. Dalam hal ini Terdapat perbedaan antar madzhab
Madzhab Syafi`i berpendapat bahwa air musta`mal hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karean statusnya suci tapi tidak mensucikan
Madzhab Maliki berpendapat bahwa air musta`mal adalah air yang suci dan menyucikan, baik sedikit atau banyak
Maszhab Hambali berpendapat bahwa hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu` / mandi lagi dengan air yang sama.
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan.
DAFTAR PUSTAKA
- Ar-Rahbawi,Abdul Qadir. 2008.Fiqih ShalatEmpat Madzhab. Yogyakarta ; Hikam Pustaka.
- Ash Shiddeqy, Teungku Muhammad Hasbi.1987. Hukum-Hukum Fiqih Islam. Semaramg; PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA
- Hamid,Abdul & Saebani,ahmad.2009.Fiqih Ibadah.Bandung;CV PUSTAKA SETIA
- Mughniyah,Muhammad jawwad.2000.Fiqih Lima Madzhab (Ja`fari, Hanafi Maliki, Syafi`i, Hambali).Jakarta;Lentera Basritama.
- Sunarto,Achmad. 1995.Fiqih Islam Lengkap.Bandung : Husaini
- Uwaidh,Muhammad Syaikh Kamil.1998.Fiqih Wanita.terj.Ghofar,M Abdul.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar
- Qudamah,Ibnu & Hamid,Abdul &.2007.Al Mughni.Jakarta;Pustaka Azzam;
· http://www.ilmusyariah.com/fiqh/air-dan-pembagiannya-part-2/