Social Icons

Pages

19 Nov 2012

QADARIYAH DAN JABARIYAH


MAKALAH
QADARIYAH DAN JABARIYAH
Makalah ini disusun  guna memenuhi tugas
Mata Kuliah     : Ilmu Tauhid
Dosen Pengampu :  M. Rodhli

STAIN logo polos
Disusun oleh :

1.    AnaMishatun Janah   ( 2021 111 237 )
2.    Laila Zulfa                 ( 2021 111 238 )
3.    Ika Korena Rudito    ( 2021 111 239 )
4.    Hasan Basri               ( 2021 111 241 )
5.    Khulaifah                  ( 2021 111 242 )
6.    Mushofihati Nur M   ( 2021 111 243 )

                     Kelas : F
Sekolah tinggi AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011
PENDAHULUAN
Dalam pandangan para mutakallimin, seringkali perbincangan tentang manusia hampir selalu berujung pada tema-tema relasi teologis, seperti hubungan antara makhluk dengan Kholik. Tema-tema seperti itu, meskipun berat untuk dipikirkan, selalu menarik untuk di bicarakan paling tidak karena dua alasan. Pertama, karena manusia pada dasarnya merupakan makhluk religius, makhluk yang memiliki kesadaran keberagamaan yang pada tingkat tertentu dapat menjadi spirit yang sangat dominan. Seluruh kehendaknya digerakkan oleh kekuatan raksasa yang sering kali sulit dikendalikan. Bahkan kekuatan rasio sekalipun tidak lagi mampu memberikan pertimbangan-pertimbangan penyeimbang sehingga akhirnya ia pasrah atas kehendak itu. Kedua, karena manusia juga pada saat yang sama merupakan makhluk rasional, makhluk yang berdasarkan fitrah penciptaannya dipandang memiliki kelebihan eksklusif. Fasilitas akal yang sengaja dianugerahkan Tuhan kepada manusia telah membentuk dirinya sebagai makhluk yang bebas dan merdeka. Kebebasan dan kemerdekaan berfikir inilah yang pada gilirannya telah memberikan warna pluralisik, baik pada tatanan sosial maupun spiritual.
Pola-pola berpikir teologis di atas, tanpa disadari kini telah melengkapi khazanah pemikiran Islam yang sangat progresif. Bahkan lebih dari itu, kehadiran produk berpikir tersebut, telah pula membentuk “semacam” madhab teologi yang secara dikotomik terbelah pada kekuatan Qodariah dan Jabariah.





PEMBAHASAN
A.      QADARIAH
1.    Pengertian  Qadariah
Secara Etimologi berasal dari bahasa arab yaitu qadara yang berarti memutuskan (to decreeor to decide). Kata ini juga berarti memiliki kekuatan atau kemampuan  (to posses streng th or ability).[1]
      Sedangkan secara termologis, kata ini diberikan oleh para pengkaji islam kepada sekelompok orang (ahli kalam) yang mempunyai pendapat  bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian, nama Qodariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada Qodar atau Takdir Tuhan. Dalam istilah Inggrisnya faham ini dikenal dengan nama freewill dan freeact.[2]

2.    Sebab-Sebab munculnya Qadariyah
Sejarah lahirnya aliran qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatab. Akan tetapi menurut Ahmad Amin, ada pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh ma’bad al-jauhani dan Ghilan ad-Dimasyiqi sekitar tahun 70H/689M.[3]
Ditinjau dari segi politik kehadiran aliran Qadariyah sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila aliran Jabariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayyahmembunuh orang, hal itu sudah diakdirkan Allah SWT .,demikian dan hal ini merupakan topeng kekejamannya, maka aliran Qadaariyah mau membatasi  Qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik.[4]

3.    Tokoh dan Ajaran pokok
Tokoh yang pertama kali menyatakan dengan suara lantang paham qodariah menurut ja’far subhani adalah Ma’bad bin Abdullah al-jauhani Al Bashri. Ia adalah tokoh yang terpercaya dikalangan Tabi’in serta merupakan ahli hadits yang tsiqoh (Kuat hafalan). Ia kemudian pindah dari Basrah tempa asalnya kemadinah. Di madinah ia menyebarkan paham-paham qodariyahnya. Dalam suatu pertempuran melawan pasukan bani umayah dibawah pimpinan Al-Hajjah, Ma’bad mati terbunuh pada tahun 80 M. namun dalam riwayat lain, Ma’bad mati bukan dalam pertempuran, melainkan dijatuhi hukuman mati oleh khalfah Abdul Malik bin Marwan di Damsyik.
Tokoh qodariyah yang lainnya adalah Ghailani al-Dimasyqy. Ia meneruskan penyebaran paham ini di Damaskus. Kegiatan ini dikecam leh penguasa Bani Umayah  di Damaskus. Ghilani kemudian ditekan oleh khalifah Umar Bin abdul Aziz untuk menghentikan kegiatannya. Akhirnya ia ditangkap oleh Khalifah Hisyam bn Abdul Malik dan dijatuhi hukuman mati.[5]
Harun Nasution menjelaskan pendapat tentang Doktrin Qodariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan jahat atau kemauan dan dayanya sendiri.[6]
Faham takdir dalam pandangan  qodariyah bukanlah dari pengertian takdir yang umum dipakai oelh bangsa arab. Dalam faham qodariyah, takdir itu adalah ketentuan allah yang diciptakan-Nya bukan alam semesta beserta seluruh isinya, sejak Azali,  yaitu hukum yang dalam istilah Al Qur’an adalah sunatullah.[7]
Argumen utama yang digunakan  kaum Qodariyah dalam menggunakan gagasan kehendak bebas adalah bahwa kehendak bebas ini merupakan konsekuensi logis dari Tuhan. Tuhan adil dan bijaksana, tidak mungkin kejahatan dan keadilan dialamatkan kepada-Nya. Selain argument rasional, pandangan kebebasa kehendak yang dikemukakan Qodariyah juga berpijak kepada nash-nash Al Qur’an. Antara ayat-ayat Al Qur’an yang dijadikan pijakan adalah sebagaia berikut :
1.    Surat Al-Kahfi ayat 29 :
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%ÏŠ#uŽß  4 bÎ)ur (#qèVŠÉótGó¡o (#qèO$tóム&ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o onqã_âqø9$# 4 š[ø©Î/ Ü>#uޤ³9$# ôNuä!$yur $¸)xÿs?öãB ÇËÒ  
Artinya : Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
2.     Surat Fushilat ayat 40 :
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbrßÅsù=ムþÎû $uZÏF»tƒ#uä Ÿw tböqxÿøƒs !$uZøn=tã 3 `yJsùr& 4s+ù=ムÎû Í$¨Z9$# îŽöyz Pr& `¨B þÎAù'tƒ $YZÏB#uä tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 4 (#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï© ( ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÅÁt/ ÇÍÉÈ  
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari kami. Maka Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
3.         Surat Ar-Ra’du ayat 11
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3
Artinya : Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.[8]

B.       JABARIYAH
1.    Pengertian Jabariyah
Secara etimologis, Jabariah berasal dari kata “jabara” yang artinya “memaksa”. Secara istilah Jabariah adalah suatu golongan yang mengatakan segala perbuatan manusia sesunggungnya datang dari Allah dengan kata lain segala perbuatan manusia terpaksa dilakukan.
Ayat yang menjadi alasan paham ini adalah :



Artinya ;
“Allah menciptaan kamu dan apa yang kamu perbuat” (Q.S. Ash-Shaffat: 96)[9]
            Sedangkan secara terminologis, Jabariah adalah nama yang diberikan kepada kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidaklah mempunyai kekuasaan dan kemampuan serta pilihan dalam melakukan amal perbuatannya, karena semuanya telah ditentukan oleh kekuasaan dan kehendah Tuhan. Kelompok ini mempunyai paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.

2.    Sebab-Sebab Munculnya Jabariyah
Masyarakat arab sebelum islam kelihatan dipengaruhi oleh faham Jabariyah ini. Bangas arab yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanah dan gunungnya yang gundul. Dalam dunia yang demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghadapi kesukaran kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak tergantung pada kehendak  natur.
Namun secara jelas, faham ini masih sangat sulit untuk ditelusuri asal-usulnya. Satu kemungkinan lain  bahwa kemunculan paham ini menjadi suatu aliran, diperkirakan terjadi pada awal pemerintahan bani umayah.[10]

3.    Tokoh dan Ajaran Pokok
Menurut Asy-Syahratsani, jabariah dikelompokkan menjadi 2 bagian, ekstrim dan moderat. Diantara doktrin jabariah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauan diri sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Diantara pemuka jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut :


a)    Jahm bin sofyan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus bin shafwan. Ia berasal dari kurasan, bertempat tinggal dikufah : ia seorang da’I yang fasih dan lincah (orator).
Pendapat jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut :
1.         Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2.         Surga dan neraka tidak ada yang kekal selain tuhan.
3.         Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang dimajukan kaum murjiah.
4.         Kalam tuhan adalah makhluk. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat. Begitu pula tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata diakherat kelak.

b)   Ja’ad bin Dirham
Al –ja’ad adalah seorang maulana bani hakim, tinggal Damaskus. Ia dibesarkan didalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. 
Doktrin pokok ja’ad secara umum sama dengan pikiran jahm Al-Ghuraby menjelaskan sebagai berikut :
1.    Al Qur’an itu adalah makhluk : oleh karena itu,  dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan kepada allah.
2.    Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti  berbicara, melihat dan mendengar.
3.    Manusia terpaksa oleh allah dalam segala-galanya.

Berbeda dengan jabariah ekstrim, jabariah moderat mengatakan bahwa tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun buruk, tetapi manusia mempunyai bagian didalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek utnuk menciptakan perbuatannya. Yang termasuk tokoh jabariah moderat adalah sebagai berikut :
a.    An –Najjar
Nama lengkapnya adalah Husen bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H) para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al Husainiyah. Diantara pendapat-pendapatnya ialah. :
1). Tuhan menciptakan perbuatan manusia , tetapi manusia mengambil bagian atua peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2). Tuhan tidak dapat dilihat diakherat.  Akan tetapi An-Najjar menyatakan bahwa tuhan dapat saja memindahka potensi hati (Ma’rif at) pada mata sehingga manusia dapat melihat tuhan.
b.    Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husain An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang.[11]


KESIMPULAN
Jabariah, Madzhab ini muncul bersamaan dengan kehadiran Qadariyah di daerah Kurasan, adalah aliran di ilmu kalam yang berpandangan bahwa segala yang wujud di alam semesta, termasuk manusia, terikat pada kodrat dan irodat Allah SWT semata. Jabariah adalah pemahaman yang mengatakan bahwa amal shalih bukanlah sebab masuknya kita ke sorga dalam segala hal, dan sebaliknya adalah Qadariyah, yang meyakini bahwa sorga adalah bayaran dari amal kita secara mutlak. dan kedua faham ini batil, bahwa kita beramal dan Allah swt menentukan diterimanya amal itu atau tidak. tentunya kita tak berpangku tangan, tidak pula mengandalkan amal untuk memastikan masuk sorga dan bebas dari neraka.
Madzhab Qadariah muncul sekitar tahun 70 H ( 689 M ). Ajaran-ajaran ini banyak persamaannya dengan Mu’tazilah. Kehadiran Qadariah merupakan isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan dari pemerintah, namun paham Qadariah tetap berkembang. Dalam perkembangannya, paham ini tertampung dalam madzhab mu’tazilah.








DAFTAR PUSTAKA

·         Zuhri, Ahmad. 2008. Warna-Warni Teologi Islam. Pekalongan : STAIN Pekalongan.
·         Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam. Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
·         Anwar, Rosihon, dkk. 2003. Ilmu Kalam. Bandung Juwa Pustaka Setia.
·         Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


[1] Ahmad Zuhri, Warna-warni Teologi Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2008) h. 66.
[2] Harun Nasution, Teologi Islam. (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1986) h. 31
[3] Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia,2003), h. 71
[4] Sahilu A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 139
[5] Ahmad Zuhri. Op.Cit, h. 69
[6] Harun Nasution,, Op.Cit, h. 33
[7] Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Op.Cit, h.74
[8] Ahmad Zuhri, Op.Cit, h. 71-72
[9] http://www.google.com
[10] Ahmad Zuhri, Op.Cit, h. 72-79
[11] Ahmad Zuhri, Op.Cit., h.79