MAKALAH
QADARIYAH DAN
JABARIYAH
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah
: Ilmu Tauhid
Dosen Pengampu : M. Rodhli

Disusun oleh :
1.
AnaMishatun Janah ( 2021 111 237 )
2.
Laila Zulfa ( 2021 111 238 )
3.
Ika Korena Rudito ( 2021 111 239 )
4.
Hasan Basri ( 2021 111 241 )
5.
Khulaifah ( 2021 111 242 )
6.
Mushofihati Nur M ( 2021 111 243 )
Kelas : F
Sekolah tinggi
AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011
PENDAHULUAN
Dalam pandangan
para mutakallimin, seringkali perbincangan tentang manusia hampir selalu
berujung pada tema-tema relasi teologis, seperti hubungan antara makhluk dengan
Kholik. Tema-tema seperti itu, meskipun berat untuk dipikirkan, selalu menarik
untuk di bicarakan paling tidak karena dua alasan. Pertama, karena
manusia pada dasarnya merupakan makhluk religius, makhluk yang memiliki
kesadaran keberagamaan yang pada tingkat tertentu dapat menjadi spirit yang
sangat dominan. Seluruh kehendaknya digerakkan oleh kekuatan raksasa yang
sering kali sulit dikendalikan. Bahkan kekuatan rasio sekalipun tidak lagi
mampu memberikan pertimbangan-pertimbangan penyeimbang sehingga akhirnya ia
pasrah atas kehendak itu. Kedua,
karena manusia juga pada saat yang sama merupakan makhluk rasional, makhluk
yang berdasarkan fitrah penciptaannya dipandang memiliki kelebihan eksklusif.
Fasilitas akal yang sengaja dianugerahkan Tuhan kepada manusia telah membentuk
dirinya sebagai makhluk yang bebas dan merdeka. Kebebasan dan kemerdekaan
berfikir inilah yang pada gilirannya telah memberikan warna pluralisik, baik
pada tatanan sosial maupun spiritual.
Pola-pola
berpikir teologis di atas, tanpa disadari kini telah melengkapi khazanah
pemikiran Islam yang sangat progresif. Bahkan lebih dari itu, kehadiran produk
berpikir tersebut, telah pula membentuk “semacam” madhab teologi yang secara
dikotomik terbelah pada kekuatan Qodariah dan Jabariah.
PEMBAHASAN
A.
QADARIAH
1. Pengertian Qadariah
Secara Etimologi berasal dari bahasa arab yaitu qadara yang berarti memutuskan (to decreeor to decide). Kata ini
juga berarti memiliki kekuatan atau kemampuan
(to posses streng th or ability).[1]
Sedangkan secara
termologis, kata ini diberikan oleh para pengkaji islam kepada sekelompok orang
(ahli kalam) yang mempunyai pendapat
bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian, nama Qodariyah
berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
pada Qodar atau Takdir Tuhan. Dalam istilah Inggrisnya faham ini dikenal dengan
nama freewill dan freeact.[2]
2. Sebab-Sebab munculnya Qadariyah
Sejarah lahirnya aliran qadariyah tidak dapat diketahui secara
pasti dan masih merupakan sebuah perdebatab. Akan tetapi menurut Ahmad Amin,
ada pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh
ma’bad al-jauhani dan Ghilan ad-Dimasyiqi sekitar tahun 70H/689M.[3]
Ditinjau dari segi politik kehadiran aliran Qadariyah sebagai
isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam.
Apabila aliran Jabariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayyahmembunuh orang,
hal itu sudah diakdirkan Allah SWT .,demikian dan hal ini merupakan topeng
kekejamannya, maka aliran Qadaariyah mau membatasi Qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa Allah
itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan dan memberi pahala
kepada orang yang berbuat baik.[4]
3.
Tokoh dan
Ajaran pokok
Tokoh yang pertama kali menyatakan dengan suara lantang paham qodariah
menurut ja’far subhani adalah Ma’bad bin Abdullah al-jauhani Al Bashri. Ia adalah tokoh yang terpercaya dikalangan Tabi’in serta merupakan
ahli hadits yang tsiqoh (Kuat
hafalan). Ia kemudian pindah dari Basrah tempa asalnya kemadinah. Di madinah ia
menyebarkan paham-paham qodariyahnya. Dalam suatu pertempuran melawan pasukan
bani umayah dibawah pimpinan Al-Hajjah, Ma’bad mati terbunuh pada tahun 80 M.
namun dalam riwayat lain, Ma’bad mati bukan dalam pertempuran, melainkan
dijatuhi hukuman mati oleh khalfah Abdul Malik bin Marwan di Damsyik.
Tokoh qodariyah
yang lainnya adalah Ghailani al-Dimasyqy. Ia meneruskan penyebaran paham ini di
Damaskus. Kegiatan ini dikecam leh penguasa Bani Umayah di Damaskus. Ghilani kemudian ditekan oleh
khalifah Umar Bin abdul Aziz untuk menghentikan kegiatannya. Akhirnya ia
ditangkap oleh Khalifah Hisyam bn Abdul Malik dan dijatuhi hukuman mati.[5]
Harun Nasution
menjelaskan pendapat tentang Doktrin Qodariyah bahwa manusia berkuasa atas
perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak
dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi
perbuatan jahat atau kemauan dan dayanya sendiri.[6]
Faham takdir
dalam pandangan qodariyah bukanlah dari
pengertian takdir yang umum dipakai oelh bangsa arab. Dalam faham qodariyah,
takdir itu adalah ketentuan allah yang diciptakan-Nya bukan alam semesta
beserta seluruh isinya, sejak Azali,
yaitu hukum yang dalam istilah Al Qur’an adalah sunatullah.[7]
Argumen utama
yang digunakan kaum Qodariyah dalam
menggunakan gagasan kehendak bebas adalah bahwa kehendak bebas ini merupakan
konsekuensi logis dari Tuhan. Tuhan adil dan bijaksana, tidak mungkin kejahatan
dan keadilan dialamatkan kepada-Nya. Selain argument rasional, pandangan
kebebasa kehendak yang dikemukakan Qodariyah juga berpijak kepada nash-nash Al
Qur’an. Antara ayat-ayat Al Qur’an yang dijadikan pijakan adalah sebagaia
berikut :
1.
Surat Al-Kahfi
ayat 29 :
È@è%ur ‘,ysø9$# `ÏB óOä3În/§‘ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sã‹ù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3u‹ù=sù 4 !$¯RÎ) $tRô‰tGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·‘$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%ÏŠ#uŽß 4 bÎ)ur (#qèVŠÉótGó¡o„ (#qèO$tóム&ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. “Èqô±o„ onqã_âqø9$# 4 š[ø©Î/ Ü>#uޤ³9$# ôNuä!$y™ur $¸)xÿs?öãB ÇËÒ
Artinya : Dan
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim
itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.
2.
Surat Fushilat ayat 40
:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbr߉Åsù=ムþ’Îû $uZÏF»tƒ#uä Ÿw tböqxÿøƒs† !$uZø‹n=tã 3 `yJsùr& 4’s+ù=ム’Îû Í‘$¨Z9$# îŽöyz Pr& `¨B þ’ÎAù'tƒ $YZÏB#uä tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 4 (#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï© ( ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? îŽÅÁt/ ÇÍÉÈ
Artinya : Sesungguhnya
orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari
kami. Maka Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik,
ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat?
perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.
3.
Surat Ar-Ra’du
ayat 11
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3
Artinya : Tuhan
tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab
kemunduran mereka.[8]
B.
JABARIYAH
1. Pengertian Jabariyah
Secara
etimologis, Jabariah berasal dari kata “jabara”
yang artinya “memaksa”. Secara istilah Jabariah adalah suatu golongan
yang mengatakan segala perbuatan manusia sesunggungnya datang dari Allah dengan
kata lain segala perbuatan manusia terpaksa dilakukan.
Ayat yang menjadi alasan paham ini adalah :
Artinya ;
“Allah menciptaan kamu dan apa yang
kamu perbuat” (Q.S. Ash-Shaffat: 96)[9]
Sedangkan secara terminologis, Jabariah
adalah nama yang diberikan kepada kelompok yang berpendapat bahwa manusia
tidaklah mempunyai kekuasaan dan kemampuan serta pilihan dalam melakukan amal
perbuatannya, karena semuanya telah ditentukan oleh kekuasaan dan kehendah
Tuhan. Kelompok ini mempunyai paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya
dalam keadaan terpaksa.
2. Sebab-Sebab Munculnya Jabariyah
Masyarakat arab sebelum islam
kelihatan dipengaruhi oleh faham Jabariyah ini. Bangas arab yang pada waktu itu
bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup
mereka dengan suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanah dan
gunungnya yang gundul. Dalam dunia yang demikian mereka tidak banyak melihat
jalan untuk merubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan sendiri.
Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghadapi
kesukaran kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang pasir. Dalam
kehidupan sehari-hari mereka banyak
tergantung pada kehendak natur.
Namun secara jelas, faham ini masih
sangat sulit untuk ditelusuri asal-usulnya. Satu kemungkinan lain bahwa kemunculan paham ini menjadi suatu
aliran, diperkirakan terjadi pada awal pemerintahan bani umayah.[10]
3. Tokoh dan Ajaran Pokok
Menurut Asy-Syahratsani,
jabariah dikelompokkan menjadi 2 bagian, ekstrim dan moderat.
Diantara doktrin jabariah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan
manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauan diri sendiri, tetapi
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Diantara pemuka jabariyah
ekstrim adalah sebagai berikut :
a)
Jahm bin sofyan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus bin shafwan. Ia berasal dari
kurasan, bertempat tinggal dikufah : ia seorang da’I yang fasih dan lincah
(orator).
Pendapat
jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut :
1.
Manusia tidak
mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2.
Surga dan
neraka tidak ada yang kekal selain tuhan.
3.
Iman adalah
ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan
konsep iman yang dimajukan kaum murjiah.
4.
Kalam tuhan
adalah makhluk. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia
seperti berbicara, mendengar, dan melihat. Begitu pula tuhan tidak dapat
dilihat dengan indera mata diakherat kelak.
b)
Ja’ad bin
Dirham
Al –ja’ad
adalah seorang maulana bani hakim, tinggal Damaskus. Ia dibesarkan didalam
lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi.
Doktrin pokok
ja’ad secara umum sama dengan pikiran jahm Al-Ghuraby menjelaskan sebagai
berikut :
1.
Al Qur’an itu
adalah makhluk : oleh karena itu, dia
baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan kepada allah.
2.
Allah tidak
mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara, melihat dan mendengar.
3.
Manusia
terpaksa oleh allah dalam segala-galanya.
Berbeda dengan
jabariah ekstrim, jabariah moderat mengatakan bahwa tuhan memang menciptakan
perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun buruk, tetapi manusia mempunyai
bagian didalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek
utnuk menciptakan perbuatannya. Yang termasuk tokoh jabariah moderat adalah
sebagai berikut :
a.
An –Najjar
Nama lengkapnya
adalah Husen bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H) para pengikutnya disebut
An-Najjariyah atau Al Husainiyah. Diantara pendapat-pendapatnya ialah. :
1). Tuhan
menciptakan perbuatan manusia , tetapi manusia mengambil bagian atua peran
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2). Tuhan tidak
dapat dilihat diakherat. Akan tetapi
An-Najjar menyatakan bahwa tuhan dapat saja memindahka potensi hati (Ma’rif at)
pada mata sehingga manusia dapat melihat tuhan.
b.
Adh-Dhirar
Nama lengkapnya
adalah Dhirar bin amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husain
An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang.[11]
KESIMPULAN
Jabariah, Madzhab ini muncul bersamaan dengan kehadiran
Qadariyah di daerah Kurasan, adalah aliran di ilmu kalam yang
berpandangan bahwa segala yang wujud di alam semesta, termasuk manusia, terikat
pada kodrat dan irodat Allah SWT semata. Jabariah adalah pemahaman yang
mengatakan bahwa amal shalih bukanlah sebab masuknya kita ke sorga dalam segala
hal, dan sebaliknya adalah Qadariyah,
yang meyakini bahwa sorga adalah bayaran dari amal kita secara mutlak. dan
kedua faham ini batil, bahwa kita beramal dan Allah swt menentukan diterimanya
amal itu atau tidak. tentunya kita tak berpangku tangan, tidak pula
mengandalkan amal untuk memastikan masuk sorga dan bebas dari neraka.
Madzhab
Qadariah muncul sekitar tahun 70 H ( 689 M ). Ajaran-ajaran ini banyak
persamaannya dengan Mu’tazilah. Kehadiran Qadariah merupakan isyarat
penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu
mendapat tekanan dari pemerintah, namun paham Qadariah tetap berkembang. Dalam
perkembangannya, paham ini tertampung dalam madzhab mu’tazilah.
DAFTAR PUSTAKA
·
Zuhri, Ahmad.
2008. Warna-Warni Teologi Islam.
Pekalongan : STAIN Pekalongan.
·
Nasution,
Harun. 1986. Teologi Islam. Jakarta :
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
·
Anwar, Rosihon,
dkk. 2003. Ilmu Kalam. Bandung Juwa
Pustaka Setia.
·
Nasir, Sahilun
A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
[1] Ahmad
Zuhri, Warna-warni Teologi Islam,
(Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2008) h. 66.
[2] Harun
Nasution, Teologi Islam. (Jakarta:
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1986) h. 31
[3] Rosihon
Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam,
(Bandung: CV Pustaka Setia,2003), h. 71
[4] Sahilu
A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam),
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 139
[5]
Ahmad Zuhri. Op.Cit, h. 69
[6]
Harun Nasution,, Op.Cit, h. 33
[7]
Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Op.Cit, h.74
[8]
Ahmad Zuhri, Op.Cit, h. 71-72
[9]
http://www.google.com
[10]
Ahmad Zuhri, Op.Cit, h. 72-79
[11]
Ahmad Zuhri, Op.Cit., h.79