PEMIKIRAN FILSAFAT
ETIKA IBNU MASKAWAIH
Disusun dan
Disampaikan untuk Memenuhi Tugas Filsafat Islam
Dosen Pengampu : M.
Kurdi Fadal Mhi,Msi.
Disusun
oleh ;
Eva
Yuningsih 202109369
M.
Saefudin 2021111228
Maghfiroh
2021111246
Kelas
: F
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGRI (STAIN)
PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Dalam tradisi
pemikiran filsafat islam, etrupakan salah satu aspek yang paling
dominan. Tetapi tidak, sejak masuknya gelombang hallinisme dalam
dunia penikiran islam, etika telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari filsafat. Tokoh-tokoh filsafat dimasa adalah juga
dikenal sebagai tokoh –tokoh filsafat penggagas etika, seperti para
aliran stoic (al-ruwwaiyah) ,phytagoras,galeneus,plato,socrates,dan
Aristoteles sendiri bahkan tokoh-tokoh filsafat
neo-platonisme,seperti platonius dan porphius adaah sumber terpenting
dalam islam.
Diantara para tokoh
etika islam adalah filosof ibnu maskawaih, yang dalm dunia filsafat
islm dikenal sebagai guru ketiga setelah aristoteles,dan al-farabi
dianggap sebagai salah seoang tokoh filosof yang menggagas filsafat
etika. Semangat dan perhatianya yang begitu intens terhadap bidang
ini, dimulai ketika ibnu maskawaih menjabat sebagai pejabat pada
pemerintahan Adlut Al-daulah di masa kekuasaan bani Buaih.
PEMIKIRAN FILSAFAT
ETIKA IBNU MASKAWAIH
- Biografi Ibnu Maskawaih
Maskawaih adalah
seorang filosof muslim yang memusatkan perhatiannya pada etika islam.
Meskipun sebenarnya iapun seorang sejarahwan, tabib, ilmuwan, dan
sastrawan. Ia banyak mengetahui tentang kebudayaan Romawi, Persia,
dan India. Disamping pengetahuannya tentang filsafat Yunani.
Nama lengkapnya
adalah Abu Ali-khasim Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih, sebutan
namanya yang lebih masyhur adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih. Nama
itu diambil dari nama kakeknya yang semula beragama majusi (Persia)
kemudian masuk islam, gelarnya adalah Abu Ali yang diperoleh dari
sahabat Ali, yang bagi kaum syiah dipandang sebagai yang berhak
menggantikan nabi dalam kedudukannya sebagai pemimpin umat islam
sepeninggalnya. Gelar lain juga sering disebutkan yaitu Al-Khazim
yang berarti bendaharawan.
Maskawaih dilahirkan
di Pay (Teheran sekarang). Mengenai tahun kelahirannya, para penulis
menyebutkan berbeda-beda. M.M syarif menyebutkan tahun 320 H/932 M.
Margoliauth menyebutkan tahun 330 H/32 M. Abdul Aziz menyebutkan
tahun 325 H. Sedang wafatnya (semua sepakat) pada 9 Shafar 421 H/6
Februari 1030 M.
- Biografi Pendidikan Ibnu Maskawaih
Riwayat pendidikan
maskawaih tidak diketahui dengan jelas, Ahmad Amin memberikan
gambaran pendidikan anak pada zaman abbasiyah, bahwa pada umumnya
anak-anak bermula dengan belajar menulis, membaca al-quran,
dasar-dasar bahasa arab, tata bahasa arab (nahwu) dan ‘arudh (ilmu
membaca dan membuat syair). Semua mata pelajaran dasar tersebut
diberikan di surau-surau, dikalangan keluarga yang berada, dimana
guru didatangkan ke rumahnya untuk memberikan les privat kepada
anak-anaknya. Perkembangan ilmu maskawaih diperoleh dengan jalan
banyak membaca buku, terutama disaat memperoleh kepercayaan menguasai
perpustakaan Ibnu al-amid.
Pengetahuan
maskawaih yang sangat menonjol dan hasil banyak membaca buku itu
ialah tentang sejarah, filsafat dan sastra. Hingga saat ini nama
Maskawaih memperoleh sebutan Bapak etika islam, karena maskawaih-lah
yang mula-mula mengemukakan teori etika dan sekaligus menulis buku
tentang buku etika.
Adapun karya-karya
maskawaih yang dapat terekam oleh para penulis (sejarahwan)
diantaranya adalah sebagai berikut:
- Kitab Al-Fauz Al-Ashghar, tentang ketuhanan, jiwa dan kenabian (metafisika).
- Kitab Al-Fauz Al-akbar, tentang etika.
- Kitab Tabarat Al-Nats, tentang etika.
- Kitab Tabzib Al-akhlaq wa That_hir Al-Araq, tentang etika.
- Kitab Tartib As-sa’adah, tentang etika dan politik terutama mengenai pemerintahan Bani Abbas dan Bani Buwaih.1
- Unsur-unsur Etika
Teori etika
maskawaih bersumber pada filsafat Yunani, peradaban Persia, ajaran
syariat dan pengalaman pribadi. Teori etika maskawaih juga
dipengaruhi oleh Plato dan Aristoteles. Dalam hal ini maskawaih hanya
berusaha mempertemukan ajaran syariat islam dengan teori-teori etika
dan filsafat. Misalnya, tentang argument Aristoteles, sedang tentang
keutamaan jiwa adalah bersatu dengan akal aktif yang selanjutnya
meningkat terus hingga bersatu dengan akal aktif yang selanjutnya
meningkat terus hingga bersatu dengan tuhan yang diambil dari Plato.2
- Pengertian Akhlak
Ibnu Maskawaih dalam
konstruksi pemikiran filsafat etikanya sangat khas, yang melandasi
konsepnya tentang bagaimana mendidik manusia. Bertolak dari
pandangannya bahwa watak dan karakter manusia dapat berubah karena
pengaruh-pengaruh dan factor-faktor eksternal, misalnya lingkungan
yang mengitarinya atau pola-pola pendidikan yang diperolehnya.
Kata akhlaq adalah
bentuk jamak dari kata khuluq. Maskawaih memberikan pengertian khuluq
sebagai berikut:
Khuluq adalah : peri
keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa dikpikirkan dan diperhitungkan sebelumnya.
Dengan kata lain,
khuluq adalah peri keadaan jiwa yang mendorong timbulnya
perbuatan-perbuatan secara spontan. Peri keadaan jiwa itu dapat
merupakan fitrah sejak kecil, dan dapat pula merupakan hasil latihan
membiasakan diri. Kesimpulannya bahwa peri keadaan jiwa yang
mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan secara spontan
itu dapat selamanya merupakan pembawan fitrah sejak lahir, tetapi
dapat juga diperoleh dengan jalan latihan-latihan membiasakan diri,
hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan baik.
Dengan kata lain, manusia dapat berusaha mengubah watak kejiwaan
pembawaan fitrahnya yang tidak baik menjadi baik. Manusia dapat
mempunyai khuluq yang bermacam-macam baik secara cepat maupun lambat.
Hal ini dapat dibuktikan pada perubahan-perubahan yang dialami anak
dalam masa pertumbuhannya dari satu keadaan kepada keadaan lain
sesuai dengan lingkungan yang mengelilinginya dan macam pendidikan
yang diperolehnya.3
Maskawaih menetapkan
kemungkinan manusia mengalami perubahan-perbahan khuluq, dan dari
segi inilah maka diperlukan adanya aturan-aturan syariat, diperlukan
adanya nasihat-nasihat dan berbagai macam ajaran tentang adab sopan
santun. Adanya itu semua memungkinkan semua manusia dengan akalnya
untuk memilih dan membedakan mana yang seharusya dilakukan dan mana
yang seharusnya ditinggalkan. Dari sini pula maskawaih memandang
penting arti pendidikan dan lingkungan bagi manusia dalam hubungannya
dengan pembinaan akhlaq.4
Berdasarkan ide
diatas secara tidak langsung ibnu maskawaih menolak pandangan
orang-orang Yunani yang menatakan bahwa tidak dapat berubah. Bagi
ibnu maskawaih yang tercela bias berubah menjadi akhlak yang terpuji
dengan jalan pendidika dan latihan-latihan. Pemikiran seperti ini
jelas sejalan dengan ajaran islam karena kandungan ajaran islam secra
eksplisit telah mengisyaratkan kerah ini dan pada hakikatnya syariat
agam bertujuan mengokohkan dan memperbaiki akhlak manusia. Kebenaran
ini jelas tidak bisa dibantah, sedangkan akhlak atau sifat bintang
saja bisa berubah dari liar menjadi jinak, apalagi akhlak manusia.5
- Mahabbah (Cinta)
Maskawaih memberikan
perhatian khusus kepda cinta sebagai salah satu unsur etika. Cinta
menurutnya ada dua macam yaitu, cinta kepada Allah dan cinta kepada
manusia terutama seorang murid kepada gurunya. Cinta yang tinggi
nilainya adalah cinta kepada Allah, tetapi cinta tipe ini hanya dapat
dicapai oleh sedikit orang. Cinta kepada sesama manusia ada persamaan
antara cinta anak kepada orang tua dan cinta murid kepada guru,
tetapi cinta murid kepda guru dipandang lebih mulia dan lebih
berperan. Guru dalah bapak rohani bagi murid-muridnya. Gurulah yang
mendidik murid-muridnya untuk dapat memiliki keutaman yang sempurna.
Kemuliaan guru terhadap muridnya ibarat kemuliaan rohani terhadap
jasmani.6
Mahabbah (Kecintaan)
Allah kepada hamba yang mencintai-Nya itu selanjutnya dapat mengambil
bentuk iradah dan rahmah Allah yang diberikan kepada hamba-Nya dalam
bentuk pahala dan nikmat yang melimpah. Mahabbah berbeda dengan
al-raghbah, karena mahabbah adalah cinta yang tanpa dibarengi dengan
harapan pada hal-hal yang bersifat duniawi, sedangkan al-raghbah
cinta yang disertai perasaan rakus, keinginan yang kuat dan ingin
mendapatkan sesuatu, walaupun harus mengorbankan segalanya.7
Objek cinta ada dua
yaitu, objek hewaniah dan objek spiritual. Objek hewaniah hanya
mengarahkan kepada kesenangan sesaat dan duniawiah saja, sementara
objek spiritual bersifat kebaikan yang berdimensi ilahiyah dan
ilmiah.8
- Pendidikan Akhlaq kepada Anak-anak
Maskawaih juga
menaruh perhatian besar terhadap pendidikan akhlaq pada anak-anak.
Beliau mengatakan bahwa kejiwaan anak-anak adalah mata rantai antara
jiwa binatang dan jiwa manusia berakal. Pada jiwa anak-anak
berakhirlah ufuk binatang dan mulailah ufuk manusia. Jiwa anak-anak
berkembang dari tingkat sederhana kepada tingkat tingkat yang lebuh
tinggi, semula tanpa ukuran, kemudian berkembanglah padanya kekuatan
perasaan nikmat dan sakit, kemudian timbl pula kekuatan yang lebih
kuat, yaitu kekuatan syahwat yang sering disebut dengan nafsu
kebinatangan (bahimiyah). Dalam perkembangan berikutnya timbul pula
kekuatan sabu’iyah dan ghadhabiyah. Akhirnya dalam perkembangan
berikutnya lahir pula kekuatan berfikir, atau jiwa cerdas, yang
ditandai dengan timbulnya rasa malu pada anak-anak. Pada tahapan ini,
anak-anak dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk. Pada
saat inilah paling tepat pendidikan keutamaan mulai ditnamkan pada
anak-anak.
Kehidupan utama pada
anak-anak memerlukan dua syarat, syarat kejiwaan dan syarat social.
Syarat pertama tersimpul dalam menumbuhkan watak cinta kepada
kebaikan, yang dapat dilakukan dengan mudah pada anak-anak yang
berbakat baik, dan dapat dilatih dengan membiasakan diri pada
anak-anak yang tidak berbakat untuk cenderung pad kebaikan. Syarat
kedua dapat dicapai dengan memilihkan teman-teman yang baik,
menjauhkan dari pergaulan dari teman-temannya yang berprangai buruk.
Nilai-nilai
keutamaan pada anak-anak yang harus menjadi perhatian adalah yang
mencakup aspek jasmani dan rohaninya. Mengenai keutamaan jasmani
harus diperhatikan makanannya, kegiatan-kegiatannya dan istirahatnya.
Nilai-nilai
keutamaan rohani perlu mendapat keutamaan ekstra. Mula-mula harus
ditumbuhkan rasa cinta kepada kehormatan, percaya pada diri sendiri
dan memprcedas diri dengan banyak hafalan cerita-cerita yang baik dan
puisi-puisi yang dapat memotivasi menuju hidup utama. Anak-anak harus
dijauhkan dari bacaan-bacaan yang dekstruktif bagi perkembangan
jiwanya. Maskawaih juga memandng diam, tidak banyak bicara pada anak
suatu hal yang positif, dan supaya snantiasa dijauhkan dari kebiasaan
berkata kotor atau tidak pantas.
Keutamaan-keutamaan
dalam pergaulan bersama anak-anak yang harus ditanamkan ialah
kejujuran, agar tidak mempunyai kebiasan yang berdusta, tidak
mempunyai permintaan yng berlebihan, pemurah suka mengalahkan diri
sendiri untuk mengutamakan kepentingan orang lain yang lebih mendesak
dan yng terakhir adalah hendanknya ditanamkan rasa wajib taat, yang
diharapkan melahirkan rasa wajib hormat kepada orang lain, terutama
kepda kedua orang tua dan para gurunya. Menanamkan rasa wajib taat
seperti itu akan berpengaruh positif pada anak-anak. Dengan demikian
anak-anak akan terbiasa menahan diri, menjauhkan diri dari
kenikmatan-kenikmatan hidup yang buruk, suka mendengrkan nasihat,
rajin belajar, dan menghormati ajaran syariat yang dititihkan Allah.9
SIMPULAN
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa Maskawaih adalah filosof besar dalam islam.
Tetapi kefilosofannya tidak diraih melalui jalur pendidikan formal,
melainkan dengan otodidak. Dialah contoh seorang otodidak sukses dan
sejati.
Dan perlu dicatat di
sini bahwa pengaruh filsafat yunani sangat besar merusak dalam
pikirannya sehingga berkesan menomerduakan ajaran-ajaran agama.
Filsafat yunani
mendapat porsi yang lebih besar dibanding porsi agama. Misalnya
ketika menyebut tentang keutamaan-keutamaan moral, bukan menonjolkan
nilai-nilai akhlak islam tetapi justru mengadopsi konsep plato,
aristoteles, dan Galen.
Namun demikian
maskawaih memiliki nilai plus dibandingkan filosof lainnya, terutama
sekali dalam membahasnya tentang urgensi kenabian dan urgensi
ditanamkannya endidikn agama terhadap anak-anak, nilai turunnya
peradaban, bangsa-bangsa dan Negara-negara.
Untuk itu ahli
sejarah harus menjaga diri terhadap kecenderungan mencampuradukan
kenyataan dan rekaan atau kejadian-kejadian palsu.ia bukan saja harus
factual, tetapi juga harus kritis dalam mengumpulkan data.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa.1997.
Filsafat
Islam.
Bandung: CV. Pustaka Setia.
Al Jauhari, Imam
Khanafie.2006. Filsafat
Islam.
Yogyakarta: Gama Media.
Masruri, M. Hadi.
2009. Pendidikan
Islam Dari Paradigma Klasik Hingga kontemporer.
Malang: UIN Malang Press.
Nata, Abuddin. 2006.
Akhlak
Tasawuf.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Zar, Sirajuddin.
2004. Filsafat
Islam.
Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
1
Imam
khanafie al-jauhari,
Filsafat Islam,
(Yogyakarta: Gama Media,2006),hlm
2
Ibid.,hlm
3
M.Hadi
Masruri,
Pendidikan Islam Dari Paradigma Klasik hingga
kontemporer,(Malang:UIN
Malang Press,2009),hlm.144-146.
4
A.Mustofa,
Filsafat Islam,
(Bandung:CV Pustaka Setia,1997),hlm.177-178.
5
Sirajuddin Zar, Filsafat
Islam,(Jakarta:PT
RajaGrafindo Persada,2004),hlm.135-136.
6
Imam
khanafi Al jauhari, Op.cit.,hlm
7
Abuddin nata, Akhlak
Tasawuf,(Jakarta:PT
RajaGrafindoPersada,2006),hlm.209.
8
Imam khanafie Al Jauhari,Loc.cit.
9
A.Mustofa,Op.cit.,hlm.181-182.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar