BAB I
PENDAHULUAN
Islam
melarang khamr (minuman keras), karena khamr dinggap sebagai induk keburukan (ummul
khabaits), disamping merusak akal, jiwa, kesehatan dan harta. Dari sejak
semula, Islam telah berusaha menjelaskan kepada umat manusia, bahwa manfaatnya
tidak seimbang dengan bahaya yang ditimbulkankannya. Dalam surah Al-Baqarah
ayat 219 Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ
كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا...
Mereka
bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya..(QS. Al-Baqarah: 219).
Prinsip tentang larangan khamr ini dipegang teguh
oleh negara-negara islam sampai abad ke-18. Akan tetapi awal abad kedua puluh,
negara-negara islam mulai berorientasi ke Barat dengan menerapkan hokum positif dan meninggalkan hokum Islam.
Maka jadilah khamr (minuman keras) pada prinsipnya tidak dilarang dan orang
yang meminumnya tidak diancam dengan hukuman, kecuali apabila ia mabuk di muka
umum.
Sementara negara-negara islam tenggelam dalam
pengaruh barat karena menjadi jajahan negara-negara Barat, negara-negara non
islam sendiri mulai aktif menggiatkan kampanye anti minuman keras, karena
mereka telh menyadari bahaya dari minuman keras ini, baik dari kesehatan maupun
ketrtiban masyarakat.
Oleh karena itu, kami akan membahas lebih lanjut
perihal pengertian khamr, dasar hokum, unsur-unsur meminum khamr, hokum bagi
peminum khamr, cara pembuktian peminum khamr dan hal-hal yang menghalangi
pelaksanaan hukuman.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Syirbul Khamr
Ada beberapa nama yang
diberikan para ulama berkenaan dengan jarimah ini. Al-Bukhari memberikan nama syaribul khamr, Abu Dawud menamakannya al-haddu fil khamr. Ibnu Majah
menyebutnya dengan haddus sakran,
Imam Syafi’I haddul khamr, dan Imam Hanafi
menamainya dengan hadus syurb.
Asyirbah
adalah bentuk jama’ dari kata syurbun.
Yang dimaksud asyirbah atau minum
minuman keras adalah minuman yang bisa membuat mabuk, apapun asalnya. Imam
Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad seperti dikutip H.A. Djazuli, berpendapat
bahwa yang dimaksud khamr adalah minuman yang memabukkan, baik disebut khamr
atau dengan nama lain. Adapun Abu Hanifah membedakan antara khamr dan mabuk.
Khamr diharamkan meminumnya, baik sedikit maupun banyak, dan keharamannya
terletak pada dzatnya. Minuman lain yang bukan khamr tetapi memabukkan,
keharamannya tidak terletak pada minuman itu sendiri (dzatnya), tetapi pada
minuman terakhir yang menyebabkan mabuk. Jadi, menurut Abu Hanifah, minum
minuman memabukkan selain khamr, sebelum minum terakhir tidak diharamkan.[1]
B.
Dasar Hukum
Meminum Khamr
Meminum minuman khamr
adalah perbuatan yang dilarang. Para peminum khamr dinilai sebagai perilaku
setan. Dalil hukum yang mengatur tentang sanksi hokum peminum khamr diungkapkan
oleh Allah dalam Alquran secara bertahap tentang status hukum. Hal itu
diungkapkan sebagai berikut.
1. Ayat-ayat
Alquran
a. Surah
Al-Baqarah ayat 219
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ
كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا...
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya..” (QS. Al-Baqarah: 219).
b. Surah
An-nisa’ ayat 43
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ
تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ...
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan. (QS.
An-Nisa’:43).
c. Surah
Al-Maidah ayat 90-91
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ
اللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ.
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang. Apakah kamu tidak ingin menghentikan ?” (QS. Al-Maidah 90-91).
Dari
ayat Al-Qur’an tersebut dapat diambil kesimpulan hokum sebagai berikut:
Khamr yang disebut
orang kita tuak itu berasal dari perasan air anggur. Al- hidayah menerangkan,
khamr menurut ahli ilmu dan yang terkenal oleh bahasa yaitu minuman yang
berasal dari perasan air anggur. Menurut keterangan lain, tiap-tiap minuman
yang menutupi akal pikiran, dinamakan khamr. Demikian menurut ahli bahasa
seperti al-Jauhari, Abu Nashr Al-Qusyairi, Al-Dinuri, pengarang kamus
firuzaabadi. [2]
2. Hadits
a. Anas ibn Malik ra.
Menerangkan:
أََنَّ النَّبِِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِرَجُلٍ قَدْ
شَرِبَ اْلخَمْرَ ،فَجُلِدَ بِجَرِييْدَتَيْنِ, نَحْوَ أَرْبَعِيْنَ. قَالَ :
وَفَعَلَهُ أَبُوْ بَكْرٍس, فَلَمَّأ كَانَ عُمَرُ اسْتَشَارَ النّاسَ, فَقَالَ
عَبْدُالرَّحْمَنِِ بْنُ عَوْفٍ: أََخَفُّ اْلحُدُوْدِ ثَمَانِيْنَ, فَأَمَرَبِهِ
عُمَرُ.
“kepada Nabi dihadapkan seorang laki-laki yang telah meminum
arak. Nabi mencambuknya dengan pelepah kurma sebanyak empat puluh kali. Anas
berkata: Abu Bakar berbuat yang sama. Tatkala Umar menjadi khalifah, umar
bermusyawarah dengan para sahabat, maka Abdurrahman bin ‘Auf berkata: hukuman
Had yang paling rendah, sebanyak 80 kali”. (HR. Ahmad,
Muslim, Abu Daud dan At-Turmudzi; Al-Muntaqa 2:726).[3]
b. Riwayat
dari Ibnu Umar ra.
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ خَطَبَ عُمَرُ عَلَى مِنْبَرِ
رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ
وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ أَََمَّا بَعْدُ أَلاَ وَإِنَّ اْلخَمْرَ نَزَلَ
تَحْرِيْمُهَا يَوْمَ نَزَلَ وَهِيَ مِنْ خَمْسَةِ أَشْيَاءَ مِنَ اْلحِنْطَةِ
وَالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرِ وَالزَّبِيْبِ وَاْلعَسَلِ وَاْلخَمْرُ مَا خَامَرَ
اْلعَقْلَ.
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar ra. Berkata: Umar telah berkhutbah di
atas mimbar Rasulullah Saw. Beliau mengucap syukur kepada Allah dan memuji-Nya,
kemudian dia berkhutbah: Sesungguhnya arak telah diharamkan oleh Allah
berdasarkan ayat Alquran. Arak yang dimaksud, terdiri dari lima macam jenis,
yaitu gandum, barli, tamar, zabib dan madu. Arak ialah benda yang menyebabkan
hilang akal yaitu mabuk.[4]
c. Riwayat
sayyidatina Aisyah ra.
أَنَّ
عَائِشََةَ قَالَتْ سُئِلَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ اْلبِتْعِ فَقَالَ كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ.
Diriwayatkan dari
Sayyidatina Aisyah ra. Berkata: Rasulullah Saw. Pernah ditanya tentang minuman
yang terbuat dari madu arak. Baginda menjawab: Setiap minuman yang memabukkan
adalah haram.[5]
C. Unsur-unsur
Jarimah Minuman Khamr
Unsur-unsur
jarimah minuman khamr ada dua macam, yaitu:
1. Asy-Syurbu
(meminum)
Sesuai pengertian asy-syurbu (minuman) sebagaimana
yang telah dikemukakan di atas, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad
berpendapat bahwa unsur ini (Asy-Syurbu) terpenuhi apabila pelaku meminum
sesuatu yang memabukkan. Dalam hal ini tidak diperhatikan nama dari minuman itu
dan dari bahan apa minuman itu diproduksi. Dengan demikian, tidak ada perbedaan
apakah yang diminum itu dibuat dari perasan buah anggur, gandum, kurma, tebu,
maupun bahan-bahan yang lainnya. Demikian pula tidak diperhatikan kadar
kekuatan memabukkannya, baik sedikit maupun banyak, hukumannya tetap haram.
dianggap meminum apabila barang yang diminumnya
telah sampai ke tenggorokan. Apabila minuman tersebut tidak sampai ke
tenggorokan maka tidak dianggap meminum, seperti berkumur-kumur. Demikian pula
termasuk kepada perbuatan meminum, apabila meminum minuman khamr tersebut
dimaksudkan untuk menghilangkan haus, padahal ada air yang dapat diminumnya.
Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan karena terpaksa (darurat) atau dipaksa,
pelaku tidak dikenai hukuman.
Apabila seseorang meminum khamr untuk obat maka para
fuqaha berbeda pendapat mengenai status hukumnya. Menurut pendapat yang rajah
dalam madzhab Maliki, Syafi’I, dan Hanbali, berobat dengan meggunakan (minuman)
khamr merupakan perbuatan yang dilarang, dan peminumnya (pelaku) dapat dikenai
hukuman had. Alas an mereka adalah hadits Nabi Saw.
a. Hadits
yang diriwayatkan Ummi Salamah
عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَاعَنِ النَّبِِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِِفَاءَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ
عَلَيْكُمْ (أخرجه البيهقى وصححة إبن حبّان)
Dari
Ummi salamah ra. Dari Nabi Saw. Beliau bersabda: “Sesengguhnya Allah tidak
menjadikan kesembuhanmu di dalam barang yang diharamkan atas kamu.”(Hadits ini
dikeluarkan oleh Al-baihaqi dan dishahihkan oleh Ibn hibban).
b. Hadits
yang diriwayatkan Wail Al-hadhrami
عَنْ
وَائِلٍ الحَضْرَمِى أَنَّ طَارِقَ بْنَ سُوَيْدٍ سَأَلَ النَّبِِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِِ الخَمْرِ يَصْنَعُهَا لِِلدَّوَاءِ فَقَالَ :
إِنَّهَا لَيْسَتْ بِدَوَاءٍ وَلَكِنََّّهَا دَاءٌ (أخرجه مسلم وأبو داود وغيرهما)
Dari Wail Al-hadhrami
berkata bahwa Thariq ibn Suwaid bertanya kepada Nabi Saw. Tentang hokum khamr
yang dibuat untuk obat. Nabi menjawab: “ Sesungguhnya khamr itu bukan obat,
melainkan penyakit.”(hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, dan
lainnya).
Akan tetapi menurut Imam Abu Hanifah, berobat dengan
khamr hukumnya boleh dengan syarat tidak ada obat yang halal yang dapat
menyembuhkan penyakit itu. Hal ini disamakan dengan kebolehan meminum khamr
dalam keadaan darurat.
2. Ada
Niat yang Melawan Hukum
Unsur ini terpenuhi apabila seseorang melakukan
perbuatan minum minuman keras (khamr) padahal ia tahu bahwa apa yang diminumnya
itu adalah khamr atau muskir. Dengan demikian, apabila seseorang minum minuman
yang memabukkan, tetapi ia menyangka bahwa apa yang diminumnya itu adalah
minuman biasa yang tidak memabukkan maka ia tidak diknai hukuman had, karena
tidak ada unsur melawan hukum.
Apabila seseorang tidak tahu bahwa minuman khamr itu
dilarang, walaupun ia tahu bahwa barang tersebut memabukkan maka dalam hal ini
unsur melawan hukum (qasad jina’i) belum terpenuhi. Akan tetapi, sebagaimana
telah diuraikan dalam bab terdahulu, alas an idak tahu hukum tidak bias
diterima dari orang-orang yang hidup dan berdomisili di negeri dan lingkungan
islam.[6]
D.
Hukuman Bagi Peminum
Khamr
1. Sanksi
Hukum dari Aspek Hukum Islam
Para ulama sepakat bahwa para konsumen khamr
ditetapkan sanksi hokum had, yaitu hokum dera sesuai dengan berat ringannya
tindak pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Terhadap pelaku pidana yang
mengonsumsi minuman memabukkan dan/obat-obatan yang membahayakan, sampai batas
yang membuat gangguan kesadaran (teler), menurut pendapat Hanafi dan Maliki
akan dijatuhkan hukuman cambuk sebanyak 80 kali. Menurut syafi’I hukumannya
hanya 40 kali. Namun ada riwayat yang menegaskan bahwa jika pemakai setelah
dikenai sanksi hukum masih dan terus melakukan beberapa kali (empat kali)
hukumannya adalah hukuman mati.
Sanksi tersebut dikenakan kepada para pemakai yang
telah mencapai usia dewasa dan berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan
mengetahui kalau benda yang dikonsumsinya itu memabukkan.
Dalam islam selain ditetapkan hukumnya minuman keras
(khamr) juga ditetapkan hukumannya terhadap seseorang yang mengonsumsinya.
Hukuman bagi peminum khamr dikemukakan oleh H. Hamka Haq sebagai berikut.
“Hukuman
peminum khamr adalah hukuman dera sebanyak 40 kali dera sampai 80 kali dera”.
2. Sanksi
Hukum dari Aspek Peraturan Perundang-undangan
Minuman khamr dan
obat-obatan terlarang lainnya sudah menjadi masalah nasional yang perlu
mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Akhir-akhir ini
minuman memabukkan dan atau obat-obat terlarng lainnya tampak semakin marak
dikonsumsi oleh orang tertentu sehingga sudah meresahkan masyarakat dan
menimbulkan gangguan kesehatan.
Untuk itu, upaya meningkatkan npengawasan pengamanan
terhadap minum-minuman memabukkan dalam masyarakta, pihak pemerintah
telahmengeluarkan peraturan Menteri Kesehatan No. 86/Men.Kes/IV/1997 tentang
Minuman Memabukkan. Selain itu di dalam KUHP memberikan sanksi atas pelaku
(penggunaan khamr) hanya jika sampai mabuk dan mengganggu ketertiban umum,
yakni kurungan paling lama tiga hari hingga paling lam tiga bulan (pasal 536).
KUHP juga memberikan sanksi atas orang yang menyiapkan atau menjual khamr,
sanksi hukuman kurungan dimaksud, paling lama tiga minggu (pasal 537), apalagi
jika yang diberi minuman adalah anak dibawah umur 16 tahun (pasal 538 dan 539).[7]
E.
Cara Pembuktian
Pembuktian untuk
jarimah minuman khamr dapat dilakukan dengan tiga macam cara sebagai berikut.
1. Dengan
Saksi
Jumlah minimal saksi yang diperlukan untuk
membuktikan jarimah minum khamr adalah dua orang yang memenuhi syarat-syarat
persaksian, sebagaimana yang telah diuraikan dalam jarimah zina dan qadzaf.
Disamping itu, Imam Abu Hamka dan Imam Abu Yusuf mensyaratkan masih terdapatnya bau minuman
pada waktu dilaksanakannya persaksian. Dengan demikian, kedua Imam ini
mengaitkan persaksian dengan bau minuman keras (khamr). Akan tetapi, Imam
Muhammad Ibn Hasan tidak mensyaratkan hal ini.
Syarat lain yang dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah
dan murid-muridnya adalah persaksian atau peristiwa minum khamrnya itu belum
kadaluarsa. Batas kadaluarsa menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Abu Yusuf adalah
hilangnya bau minuman. Adapun menurut Muhammad Ibn Hasan batas kadaluarsanya
adalah satu bulan. Adapun menurut Imam-imam yang lain, tidak ada kadaluarsa
dalam persaksian untuk membuktikan jarimah minum khamr ini.
2. Dengan
Pengakuan
Jarimah minum khamr dapat dibuktikan dengan adanya
pengakuan dari pelaku. Pengakuan ini cukup satu kali dan tidak perlu
diulang-ulang sampai empat kali. Ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk
pengakuan dalam jarimah zina juga berlaku untuk jarimah minuman khamr ini.
Imam Abu Hnifah dan Imam Abu Yusuf mensyaratkan
pengakuan tersebut belum kadaluarsa. Akantetapi, imam-imam yang lain tidak
mensyaratkannya.
3. Dengan
Qarinah
Jarimah minuman khamr juga bisa dibuktikan dengan
Qarinah atau tanda, qarinah tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Bau
Minuman
Imam malik berpendapat bahwa bau minuman keras dari
mulut orang yang meminum merupakan suatu bukti dilakukannya perbuatan minuman
khamr, meskipun tidak ada saksi. Akantetapi Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan
pendapat yang rajah dari Imam Ahmad berpendapat bau minuman semata-mata tidak
dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena mungkin saja ia sebenarnya tidak
minum, melainkan hanya berkumur-kumur, atau ia menyangka apa yang diminumnya
itu adalah air bukan khamr.
b. Mabuk
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mabuknya
seseorang sudah merupakan bukti bahwa ia melakukan perbuatan meminum khamr.
Apabila dua orang atau lebih menemukan seseorang dalam keadaan mabuk dan dari
mulutnya keluar bau minuman keras maka orang yang mabuk itu harus dikenai
hkuman had, yaitu dera 40 kali. Pendapat ini juga merupakan pendapat Imam
Malik. Akantetapi Imam Syafi’I dan salah satu pendapat Imam Ahmad tidak
menganggap mabuk semata-mata sebagai alat bukti tanpa ditunjang dengan bukti
yang lain. Sebebnya adalah adanya kemungkinan minumnya itu dipaksa atau karena
kesalahan.
c. Muntah
Imam Malik berpendapat bahwa muntah merupakan alat
bukti yang lebih kuat daripada sekadar bau minuman, karena pelaku tidak akan
muntah kecuali setelah meminum minuman keras. Akantetapi Imam Abu Hanifah, Imam
Syafi’I, dan Imam Ahmad dalam slah satu pendapatnya tidak menganggap muntah
sebagai alat bukti, kecuali apabila ditunjang dengan bukti-bukti yang lain,
misalnya terdapatnya bau minuman keras dalam muntahnya.
F.
Hal-hal yang
Menghalangi Terlaksananya Hukuman.
Hukuman
untuk pelaku minum minuman keras (khamr) tidak bisa dilaksanakan apabial
terdapat hal-hal sebagai berikut:
1
Pelaku mencabut
pengakuannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
2
Para saksi
mencabut persaksiannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
3
Para saksi kehilangan
kecakapannya setelah adanya putusan hakim tetapi sebelum pelaksanaan hukuman.
Ini hanya pendapat Imam Abu Hanifah.[8]
BAB III
PENUTUP
Asyirbah adalah bentuk jama’ dari kata syurbun. Yang dimaksud asyirbah atau minum minuman keras adalah
minuman yang bisa membuat mabuk, apapun asalnya.
Meminum minuman khamr
adalah perbuatan yang dilarang. Para peminum khamr dinilai sebagai perilaku
setan. Dalil hukum yang mengatur tentang sanksi hokum peminum khamr diungkapkan
oleh Allah dalam Alquran secara bertahap tentang status hukum. Hal itu
diungkapkan sebagai berikut.
1. Ayat-ayat
Alquran (Surah Al-Baqarah ayat 219)
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ
كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا...
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya..” (QS. Al-Baqarah: 219).
2. Hadits
Anas ibn Malik ra.
أََنَّ النَّبِِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِرَجُلٍ قَدْ
شَرِبَ اْلخَمْرَ ،فَجُلِدَ بِجَرِييْدَتَيْنِ, نَحْوَ أَرْبَعِيْنَ. قَالَ :
وَفَعَلَهُ أَبُوْ بَكْرٍس, فَلَمَّأ كَانَ عُمَرُ اسْتَشَارَ النّاسَ, فَقَالَ
عَبْدُالرَّحْمَنِِ بْنُ عَوْفٍ: أََخَفُّ اْلحُدُوْدِ ثَمَانِيْنَ, فَأَمَرَبِهِ
عُمَرُ.
“kepada Nabi dihadapkan seorang laki-laki yang telah meminum
arak. Nabi mencambuknya dengan pelepah kurma sebanyak empat puluh kali. Anas
berkata: Abu Bakar berbuat yang sama. Tatkala Umar menjadi khalifah, umar
bermusyawarah dengan para sahabat, maka Abdurrahman bin ‘Auf berkata: hukuman
Had yang paling rendah, sebanyak 80 kali”. (HR. Ahmad,
Muslim, Abu Daud dan At-Turmudzi; Al-Muntaqa 2:726)
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Rahmat. 2000. HUKUM PIDANA ISLAM (Fiqih Jinayah). Cet.1. Bandung:
CV PUSTAKA SETIA.
Ali, Zainuddin.
2007. HUKUM PIDANA ISLAM. Cet. I. Jakarta:
Sinar Grafika.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad
Hasbi. 2011. Koleksi Hadits-hadits Hukum
4. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Bakri, M. K. _. HUKUM PIDANA DALAM ISLAM. Sala:
Ramadhani.
Muslich,
Ahmad Wardi. 2005. HUKUM PIDANA ISLAM.
Cet. II. Jakarta: Sinar Grafika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar