KAIDAH DASAR MORALITAS
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Dosen
Pengampu
: Muhammad Ghufron Dimyati, M.S.I
Mata
Kuliah
: Ilmu Akhlak
Kelas
: F
Kelompok
: 6 (enam)
Disusun Oleh :
1. Faisal
Fahmi
(2021
111 255)
2. M. Azhar
Fathoni
(2021 111 256)
3. Siti Nur
Fitriana
(2021 111 257)
4. Muhamad
Luthfi
(2021 111 258)
TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2011/2012
PENDAHULUAN
Kesadaran moral merupakan factor penting untuk
memungkinkan tindakkan manusia selalu bermoral, berperilaku sopan, tindakanya
sesuai dengan norma yang berlaku. Kesadaran moral di dasarkan atas nilai-nilai
yang benar. Perilaku manusia yang berdasarkan kesadaran moral akan selalu
direalisasikan sebagaimana seharusnya, kapan saja, dan dimana saja, bukan
karena paksaan namun berdasarkan kesadaran moral.
PEMBAHASAN
A. Kaidah Dasar
Moral
1. Moralitas
Moralitas
adalah system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai
manusia. Sistem nilai ini tekandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah,
nasehat, peraturan-peraturan, dan perintah semacamnya yang diwariskan secara
turun temurun melalui agama, atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia
harus hidup secara baik. Moralitas member manusia aturan atau petunjuk konkrit
tentang bagaimana ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini
sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindai perilaku-perilaku yang
tidak baik.[1]
Manusia menjadi
manusia sebenarnya jika ia menjadi manusia yang etis. Manusia disebut etis
ialah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya
dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
sosialnya, antara rohani dan jasmaninya, dan antara makhluk berdiri sendiri
dengan khalik-nya. Dalam konsep etis, didirikan atas dasar kepercayaan bahwa
kehidupan manusia secara keseluruhan adalah baik, pada dasarnya manusia adalah
baik.[2]
2. Macam Kaidah Dasar Moral:
a. Kaidah sikap
baik
Dimaksudkan
bahwa kita wajib bertindak sedemikian rupa sehingga ada kelebihan dari akibat
baik dibandingkan akibat buruk. Kaidah ini hanya berlaku kalau kita
menerima kaidah yang lebih besar lagi, yaitu kita harus membuat hal yang baik
dan mencegah hal yang buruk. Seccara ideal kita hanya meenghasilkan akibat baik
dan sama sekali tidak menghasilkan hal yang buruk. Tetapi karena sering
tidak mungkin sekurang-kurangnya akibat buruk harus diminimalisasikan.
Kaidah sikap
baik pada dasarnya mendasari semua norma-norma moral. Sikap baik dalam arti
adalah memandang seseorang atau sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi saya
menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan seseorang
atau sesuatu berkembang demi itu sendiri. Sikap baik itu harus dinyatakan
secara konkrit tergantung dari apa yang bbaik dalam situasi konkrit itu.[3]
b. Kaidah
keadilan
Keadilan dalam
membagikan yang baik dan yang buruk. Keadilan menunjukkan perilaku moral pada
diri manusia dimana ia berusaha mencapai persamaan. Sebagai perilaku positif
keadilan kadang-kadang bermakna keseimbangan dari seluruh kebaikan dan
kadang-kadang merupakan kebaikan tertinggi sejauh manusia dapat mempraktekanya
dalam dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.[4]
Memberi perlakuan yang sama kepada orang lain
berarti:
1.
Memberi sumbangan yang relative sama terhadap kebaikan mereka, yang di ukur
dari kebutuhan mereka.
2.
Menuntut dari pengorbanan yang relative sama, diukur dari kemampuan yang mereka
miliki.
Dalam
menentukan perlakuan yang sama atau adil, perlu di perhatikan kemampuan dan
kebutuhan seseorang. Sebab perbedaan dalam kemampuan dan kebutuhan seseorang
adalah cirri tang dapat membenarkan suatu yang berbeda pula. Sedangkan
perlakuan yang tak sama atau tidak adil dapat dibenarkan berdasarkan kaidah
sikap baik dalam jangka panjang akan menghasilkan kesamaan yang lebih besar.[5]
3. Landasan Kaidah Dasar
a. Landasan
kaidah dasar sikap baik
Berdasarkan kesadaran bahwa apa saja yang ada
karena adanya itu saja, pantas di dukung. Maksudnya, bahwa apa saja yang ada,
pantas kita bersikap baik terhadapnya. Dengan kaidah dasar sikap baik dapat
melindungi dan mempertahankan hak yang lain, mencegah terjadi kerugian pada
yang lain serta dapat menghilangkan kondisi penyebab terjadinya masalah pada
yang lain.[6]
b. Landasan
kaidah keadilan
Kaidah ini
hanya berlaku bagi makhluk yang berakal budi dan fungsinya ialah menjamin agar
tidak ada seorangpun yang dirampas haknya demi keuntungan orang lain ataupun
seluruh masyarakat.[7]
B. Ketuhanan
Sebagai Kaidah Dasar
1. Postulat
dalam Etika
Ketuhanan
adalah, dasar dari seluruh kesusilaan dan juga tujuan dari kesusilaan. Tanpa
ketuhanan tidak mungkin ada kesusilaan yang berkembang. Oleh karena itu,
bagaimana juga pada tiap ilmu pengetahuan sebelum terdapat kebenaran, yang di
buktikan dalam ilmu pengetahuan lain. Karena itu ilmu pengetahuan yang
bersangkutan itu merupakan suatu keperluan, maka disebut sebagai tuntutan.[8]
Diantara
kebenaran yang di pertanggungjawabkan dalam ilmu lain, yang teristimewa bagi
etika ialah apa yang juga dirumuskan oleh Immanuel Kant.
2.
Pendapat Tokoh Tentang Kaidah Dasar
a.
Aurelius Agustinus
Manusia itu,
dalam suara batinya melihat hokum dari kodratnya sendiri, akan tetapi bersamaan
dengan itu, dia menduga juga bahwa dasar yang terdalam dari hokum itu ialah
Tuhan sendiri. Agustinus, berpendapat bahwa, kesadaran moral dapat melihat
nilai yang mengatasi segala nilai dunia ini.
b.
Immanul Kant
Dalam suara
batinya manusia itu mengerti adanya imperative kategoris. Berdasarkan itu,
manusia mengerti segala kewajibanya sebagai perintah dari Tuhan. Itulah
sebetulnya bukti tentang adanaya Tuhan.
c.
John Henry Newman
Hubungan antara
ketuhanan dan kesusilaan sangat erat. Kesusilaan pada praktiknya kita terapkan
dengan suara batin kita. Suara batin adalah pengertian yang mengatakan bahwa
suatu pperbuatan boleh atau tidak boleh. Suara batin pada dasarnya adalah suara
dari Tuhan.
d.
Max Scheler
Rasa penyesalan
apabila berbuat salah tak dapat diterangkan kecuali jika manusia merasa
berhadapan dengan Tuhan. Pelanggaran moral pada hakekatnya adalah
pelanggaran kehendak dan hokum Tuhan. Menyesal atas kesalahan moral
berarti kembali ke Tuhan.
Bertindak
susila pada hakekatnya, berarti melaksanakan dan menjalankan diri sebagai
ciptaan Tuhan supaya makin mendekat kepada Tuhan. Jadi, ada tiga kaidah dasar
moral yang pokok. Manusia susila memiliki ciri-ciri:
1.
Adanya kesadaran sebagai manifestasi sifat ketuhanan dalam arti kemampuan
secara utuh bahwa manusia itu memiliki nilai, maksudnya manusia sebagai makhluk
berakal budi merupakan sesuatu yang bernilai tak terhingga.
2.
Lebih menyempitkkan dalam hidup dan kehidupan manusia antara praktek dan
teori sebagai kesatuan utuh
3.
Harus komitmen kepada martabat manusia, yang harus menjadi dasar dari setiap
kegiatan dalam beretika.
4.
Mampu merumuskan aspirasi dan kesadaran masyarakat sehingga mampu merumuskan
konsep etika yang sebenarnya.
5.
Mempunyai kemampuan untuk withdrawal dan return. Maksudnya withdrawal adalah
mengundurkan diri dari kehidupan soial untuk mendatangkan penerangan pribadi
(kegiatan kontemplatif perenungan kematangan teori). Sedangkan return adalah,
kembali ke masyarakat yang di buktikan denggan kegiatan praktis sesuai
kenyataan atau fakta.[9]
KESIMPULAN
Manusia yang menjadi manusia yang sebenarnya
jika ia menjadi manusia yang etis sesuai kaidah dasar moral yang titik tolaknya
ialah ia percaya kepada kebenaran, kebaikan dan keadilan serta ia berusaha
sekuat tenaga berbuat secara benar, baik dan adil. Manusia di sebut etis ialah
manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat kehidupanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin,Ahmad.
Etika Ilmu Akhlak. 1975. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Fakhri,Majid.
Etika Dalam Islam. 1996. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Zubair,Ahmad
Charris. Kuliah Etika. 1995. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Salam,Burhanuddin.
Etika Sosial Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia. 1997. Jakarta: Rieneka Cipta.
Bertens,K.
Etika. 1997. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar