BAB
I
PENDAHULUAN
Ulumul Qur’an
merupakan komponen Mata Kuliah Dasar Keahlian yang wajib diikuti oleh Mahasiswa
berdasarkan kebijakan Kurikulum Nasional. Mata Kuliah ini didesain agar
Mahasiswa memahami ilmu-ilmu al-Qur’an sebagai salah satu alat untuk memahami
isi kandungan ayat-ayat al-Qur’an. Denagn demikian out put yang diharapkan adalah kemampuanuntuk mengkaji secara umum
tentang bagaimana memahami al-Qur’an.
Ulumul al-Qur’an
berasal dari bahasa Arab dalam bentuk susunan idhofah (kata majmuk) yang
terdiri dari dua kata, yaitu ‘ulum jamak
dari kata ‘ilm yang berarti ilmu-ilmu dan kata al-Qur’an berarti segala pengetahuan
atau ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an. Muhammad abdu al-Adhim
al-Zarqani mendefinisikan al-Qur’an sebagai berikut:”beberapa pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi
turunnya, sistematiknya, pengumpulannya, penulisannya, qiraatnya, tafsirnya,
nasikh mansukhnya, serta penolakan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan
keragu-raguan terhadap al-Qur’an, dan lain sebagainya.”.
PEMBAHASAN
BAB
II
MAKKIYAH
DAN MADANIYAH
A.
Definisi Surat Makkiyah dan Surat
Madaniyah
Ada beberapa
definisi tentang al-Makkiyah dan Madaniyah yang diberikan oleh para ulama yang
masing-masing berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan kriteria yang
disebabkan oleh perbedaan kriteria yang ditetapkan untuk menetapkan Makiyah
atau Madaniyah sebuah surat atau ayat.
Ada tiga pendapat yang dikemukakan ulama
tafsir dalam hal ini :
1. Berdasarkan
tempat turunnya suatu ayat.
“ Makkiyah
ialah suatu ayat yang diturunkan di Mekkah, sekalipun sesudah hijrah, sedang
Madaniyahyah ialah yang diturunkan di Madinah”.
Berdasarkan
rumusan di atas,Makkiyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di
wilayah Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan Madaniyah adalah semua surat atau ayat
yang dinuzulkan di Madinah. Adapun kelemahan pada rumusan ini karena tidak
semua ayat al-Qur’an dimasukkan dalam kelompok Makiyyah atau Madaniyah.
Alasannya ada beberapa ayat al-Quran yang dinuzulkan jauh di luar Mekkah dan
Madinah.
2. Berdasarkan
khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut.
“ Makkiyah
ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk Mekkah,
sedang Madaniyahyah ialah yang khittabnya ditujukan kepada penduduk
Madaniyahyah”.
Berdasarkan
rumusan di atas, para ulama menyatakan bahwa setiap ayat atau surat yang
dimulai dengan redaksi (wahai sekalian manusia) dikategorikan Makkiyah, karena
pada masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau
surat yang dimulai dengan (wahai
orang-orang yang beriman) dikategorikan Madaniyah, karena penduduk Madinah pada
waktu itu telah tumbuh benih-benih iman di dada mereka. Adapun
kelemahan-kelemahan pada rumusan ini, antara lain:
3. Berdasarkan
masa turunnya ayat tersebut.
“ Makkiyah ialah ayat yang diturunkan sebelum
Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah, sedang Madaniyahyah
ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah”.. [1]
B.
Cara Menentukan Makki dan Madani :
Untuk mengetahui dan menentukan
makki dan madani para ulama bersandar pada dua cara utama :
·
Manhaj sima`i ( metode naqli pendengaran
seperti apa adanya )
·
Manhaj qiyasi ijtihadi ( menganalogikan
dan ijtihad ).
1. Cara
sima’i naqli : didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada
saat dan menyaksikan turunnya wahyu. Atau dari para tabi`in yag menerima dan
mendengar dari para sahabat sebagaiamana, dimana dan peristiwa apa yang
berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan makki dan madani
itu didasarkan pada cara pertama. Dan cotoh-contoh diatas adalah bukti paling
baik baginya. Penjelasan tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitab-kitab
tafsir bil ma`tsur. Kitab asbabun Nuzul dan pembahasan-pembahasan mengenai
ilmu-ilmu Qur`an.
2. Cara
qiysi ijtihadi : didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani. Apa bila dalam
surah makki terdapat suatu ayat yang mengandung ayat madani atau mengandung
persitiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madani. Dan sebaliknya. Bila
dalam satu surah terdapat ciri-ciri makki, maka surah itu dinamakan surah
makki. Juga sebaliknya. Inilah yang disebut qiyas ijtihadi.
C. Ketentuan
dan Ciri Khas Makki dan Madaniy
1) Ketentuan Surat Makkiyah .
a)
Setiap surah yang didalamnya mengandung
`sajdah` maka surah itu makki.
b)
Setiap surah yang mengandung lafal `
kalla` berarti makki. Lafal ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari
Qur`an dan di sebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima belas surah.
c)
Setiap surah yang mengandung yaa ayyuhan
naas dan tidak mengandung yaa ayyuhal ladzinaa amanuu, berarti makki. Kecuali
surah al-Hajj yang pada akhir surah terdapat ayat yaa ayyuhal ladziina amanuur
ka`u wasjudu. Namaun demikian sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat
tersebut adalah makki.
d) Setiap
surah yang menngandung kisah para nabi umat terdahulu adalah makki, kecuali
surah baqarah.
e)
Setiap surah yang mengandung kisah Adam
dan iblis adalah makki, kecuali surat baqarah.
f)
setiap surah yang dibuka dengan
huruf-huruf singkatan seperti alif lam mim, alif lam ra, ha mim dll, adalah
makki. Kecuali surah baqarah dan ali-imran, sedang surah Ra`ad masih
diperselisihkan.
2) Tema & Gaya Bahasa Surat Makkiyah
Dari segi ciri tema dan gaya bahasa, ayat makky
dapatlah diringkas sebagai berikut :
a) Ajakan
kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah,
kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan
siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi dengan orang musyrik dengan
menggunkan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniah.
b) Peletakan
dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan ahlak mulia yang menjadi dasar
terbentuknya suatu masyarakat, dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam
penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara dzalim. Penguburan
hidup-hidup bayi perempuan dn tradisi buruk lainnya.
c) Menyebutkan
kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelaran bagi mereka sehingga
megetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka, dan sebagai hiburan buat
Rasulullah SAW sehingga ia tabah dalam mengadapi gangguan dari mereka dan yakin
akan menang.
d) Suku
katanya pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataannya
singkat, ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras. Menggetarkan
hati, dan maknanya pun meyakinkan dengan diperkuat lafal-lafal sumpah, seperti
surah-surah yang pendek-pendek . dan perkecualiannya hanyasedikit.
3) Ketentuan Surat Madaniyah
a) Setiap
surah yang berisi kewajiban atai had ( sanksi ) adalah madani.
b) Setiap
surah yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah madani, kecuali
surah al-ankabut adalah makki.
c) Setiap
surah yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah madani.
4) Tema dan Gaya Bahasa surat Madaniyah
Dari segi ciri khas, tema dan gaya
bahasa, dapatlah diringkaskan sebagai berikut :
a) Menjelaskan
ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan
internasiaonal baik diwaktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah
perundang-undangan.
b) Seruan
terhadap ahli kitab, dari kalangan yahudi dn nasrani. Dan ajakan kepada mereka
untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka, terhadap
kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran, dan perselisihan
mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama
mereka.
c) Menyingkap
perilaku orang munafik, menganalisi kejiwaannya, membuka kedoknya dan
menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.
d) Suku
kata dan ayat-ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan
syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya. [2]
D. Urgensi
Pengetahuan Tentang Makkiyyah Dan Madaniyyah
Manna’ Al-Qaththan
mendeskripsikan urgensi mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut.
§ Membantu
dalam menafsirkan Al-Qur’an
§ Pedoman
bagi langkah-langkah dakwah
§ Memberi
informasi tentang sirah kenabian [3]
BAB
III
MUHKAM
DAN MUTASYABIH
A.
Pengertian muhkam dan mutasyabih
Muhkam secara bahasa berasal dari kata hakama.kata hukm berarti
memutuskan antara dua hal atau lebih perkara,maka hakim adalah orang yang
mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai.sedangkan
muhkam adalah sesuatu yang di kokohkan,jelas,fasih dan membedakan antara yang
hak dan yang bathil.dengan pengertian inilah allah mensifati alquran dengan
muhkam,sebagaimana di tegaskan dalam firmannya yang berarti :
“inilah suatu kitab yang ayat ayatnya di
susun dengan rapi serta di jelaskan secara terperinci yang di turunkan dari
sisi tuhan yang maha bijaksana lagi maha tahu.”
Sedangkan mutasyabih secara lughowi
berasal dari kata syabaha,yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang
lain.syubhah ialah keadaan dimana satu dari dua hal itu tidak dapat di bedakan
dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit atau
abstrak.dengan pengertian ini allah menyebut alquran sebagai kitaban
mutasyabihan matsani,yang tertera dalam alquran surat az zumar:23 yang artinya:
“allah yang menurunkan perkataan yang
paling baik,yaitu alquran yang mutasyabih dan berulang-ulang yang karenanya
bergetarlah kulit orang yang takut kepada tuhan mereka”.
Dalam khasanah intelektual klasik
maupun modern,di temukan berbagai variasi tentang makna istilah kedua
pengertian di atas.Subhi ash-shalih merangkum pendapat ulama dan menyimpulkan
bahwa muhkam adalah ayat ayat yang bermakna jelas.sedangkan mutasyabih adalah
ayat yang maknanya tidak jelas,dan untuk memastikan pengertiannya tidak di
temukan dalil yang kuat.ketidakjelasan itu bias jadi karena ayatnya bersifat
global(mujmal) sehingga membutuhkan rincian,atau membutuhkan
ta’wil(muawwal),atau karena samar dan sukar di mengerti(musykil).
B. .Macam-macam
Ayat Mutasyabihat
Macam-macam ayat mutasyabihat ada 3 macam,yaitu sebagai berikut:
1. .ayat-ayat
mutasyabihat yang tidak dapat di ketahui oleh seluruh umat manusia,kecuali
Allah SWT.Contohnya seperti Dzat allah SWT,hakikat sifat-sifat-NYA,waktu
datangnya hari kiamat,dan sebagainya.Hal-hal ini termasuk urusan ghaib yang
hanya di ketahui oleh Allah SWT.
2. Ayat-ayat
mutasyabihat yang dapat di ketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan
pengkajian yang mendalam.Contohnya seperti merinci yang mujmal,menentukan yang kmusytara,mengqayyidkan
yang mutlak, menertibakan yang kurang tertib,dan sebagainya.
3. Ayat-ayat
mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain,bukan
oleh semua orang,apalagi orang awam.hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya
diketahui oleh Allah SWT dan orang-orang yang rasikh(nendalam)imu
pengetahuannya.
C. Ciri-ciri
Muhkam dan mutasyabih
# Muhkam #
-Ayat-ayatnya dapat diketahui.
-ayat-ayatnya hanya mengandung satu
segi.
-ayat-ayatnya mengandung maksud secara
langsung.
-semua ayat-ayatnya makkiyah.
# Mutasyabihat #
-tidak bisa diketahui
ayat-ayatnya,kecuali Allah SWT.
-Ayat-ayatnya mengandung banyak segi.
-memerlukan penjelasan,yang di jelaskan
oleh Allah SWT atau Rasulullah.
-kebanyakan ayat-ayatnya madaniyyah.
D.
Pendapat para ulama mengenai ayat
mutasyabihat
Apakah arti dan maksud ayat-ayat mutasyabihat itu dapat diketahui oleh
umat manusia atau tidak,ada dua pendapat diantara para ulama.sebagian ulama
mengatakan, bahwa arti dan ayat-ayat mutasyabihat itu dapat diketahui oleh umat
manusia,sebagian ulama lain mengatakan tidak dapat.Yang menjadi pangkal
perselisihan,ialah mereka berbeda pendapat dalam memahami ayat 7 surah ali
imran.Yang mereka perselisihkan ialah apakah kalimat: Warrasikhuuna fil’ ilmi
itu diathafkan (disambungkan) dengan lafal Allah yang sebelumnya,sedang kalimat
yaquuluuna aamanna bihi itu menjadi hal dari ar-Raasikhuuna? Ataukah kalimat
War Raasikhuuna fil’ilmi itu menjadimubtada’(subjek),sedang kalimat yaquuluuna
aamanna bihi itu menjadi khabar (predikatnya),sedang huruf wawu sebagai tanda isti’naf(tanda
permulaan).
1. Imam
Mujahid dan sahabat-sahabatnya serta imam nawawi memilih pendapat pertama,yakni
bahwa kalimat: Ar-Raasikhuuna fil’ilmi itu diathafkan kepada lafal
Allah.pendapat ini berasal dari riwayat ibnu abbas.Imam nawawi mengatakan
,bahwa pendapat pertama itulah yang lebih shahih.Sebab,adalah imposible(tidak
mungkin) Allah itu akan mengkhithab hamba-NYA dengan sesuatu yang tidak ada
jalan untuk mengetahuinya.
2. Kebanyakan
sahabat,tabi’in dan tabi’it tabi’in serta orang-orang setelah mereka,memilih
pendapat kedua.yakni, bahwa kalimat War-Raasikhuuna fil’ilmi itu menjadi
mubtada’(subjek),sedang khabar(predikat)nya adalah kalimat yaquuluuna aamanna
bihi.Dan,riwayat ini adalah lebih shahih disbanding dengan riwayat
lainnya.dalil yang mendasari pendapat kedua ini adalah sebagai berikut:



Hal-hal yang tampak adanya pertentangan diantara para ulama ialah
perselisihan mereka mengenai apakah ayat-ayat mutasyabihat itu harus ditafsiri
agar diketahui arti maksudnya untuk diamalkan? Ataukah tidak perlu di tafsiri
dan cukup diimani eksistensinya saja,soal artinya serahkan kepada Allah SWT
saja?.
E.
Hikmah adanya muhkamat dan mutasyabihat
Rahasia terbaginya ayat-ayat al-quran menjadi muhkamat dan
mutasyabihat,antara lain:
»
Pertama,andaikan seluruh ayat al-quran
dari ayat-ayat muhkamat,niscaya akan sirnalah ujian keimanan dan amal lantaran
pengertian ayat yang jelas.
»
Kedua,seandainya seluruh al-quran
mutasyabihat,niscaya akan lenyaplah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk
bagi manusia.Orang yang benar keimanannya yakain bahwa al-quran seluruhnya dari
sisi Allah;segala yang dating dari sisi Allah pasti haq dan tidak mungkin
bercampur dengan kebathilan.
»
Ketiga,al-quran yang berisi ayat-ayat
muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat,menjadi motivasi bagi umat islam untuk
terus meneris menggali berbagai kandungannya sehingga mereka akan terhindar
dari taklid,bersedia membaca al-quran dengan khusu’ sambil merenung dan
berpikir.[4]
BAB
IV
AQSAMUL
QUR’AN
A.
Pengertian Qasam (Aqsamul Qur’an)
Menurut bahasa,
aqsam merupakan bentuk jamak dari kata qasam yang berarti sumpah. Sedangkan
secara menurut istilah aqsam dapat diartikan sebagai ungkapan yang dipakai guna
memberikan penegasan atau pengukuhan suatu pesan dengan menggunakan kata-kata
qasam. Namun dengan pemakaiannya para ahli ada yang hanya yang menggunakan
istilah al-Qasam saja seperti dalam kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an karangan
imam Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi. Ada juga yang mengidofatkanny
dengan al-Qur’an, sehingga menjadi Aqsamul Qur’an seperti yang dipakai dalam
kitab al-Itqan fi Ulumil Qur’an karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Kedua
istilah tersebut hanya berbeda pada konteks pemakaian katanya saja, sedangkan
maksudnya tidak jauh berbeda.
Kalau demikian maka yang dimaksud
dengan aqsamul Qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang
mengkaji tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia sumapah-sumpah Allah yang
terdapat dalam al-Qur’an. Selain pengertian diatas, qasam dapat puladiartikan
dengan gaya bahasa Al-Qur’an menegaskan atau mengukuhkan suatu pesan atau
pernyataan menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai muqsam bih. Dalam
Al-Qur’an, ungkapan untuk memaparkan qasam adakalanya dengan memakai kata
aqsama, dan kadang-kadang dengan menggunakan kata halafa.
B. Unsur-unsur
Qasam
Bentuk atau shighat
qasam yang asli terdapat dalamsurat An-Nahl ayat:38
Bentuk-bentuk
qasam yang asli terdiri dari tiga unsur, yaitu:
a) Harus ada fi’il qasam yang
dimuta’addikan dengan huruf “ba’”, seperti”
b) Harus terdapat muqsam bih atau
penguat sumpah, yaitu sumpah itu harus diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan
oleh yang bersumpah.
c) Harus ada muqsam alaih (berita
yang diperkuat dengan sumpah itu), yaitu berupa ucapan yang ingin diterima atau
dipercaya oleh orang yang mendengar, lalu diperkuat dengan sumpah tersebut.
C.
Jenis-Jenis Aqsamul Qur’an
Dilihat dari segi fi’ilnya, qasam al-Qur’an ada
dua macam. Yaitu:
a)
Qasam
Dzahir, yaitu qasam yang fi’il qasamnya disebutkan
bersama dengan muqsam bihnya. Contoh:surat Al-Ma’arij:40,surat
Al-Qiyamah:1-3.
b) Qasam Mudhmar (qasam
tersimpan) yaitu qasam yang fi’il qasam danmuqsam
bihnya tidak disebutkan, karena kalimat sebelumnya terlalu panjang.
Contoh:surat Ali Imran:186
Apabila qasam ditinjau dari muqsam
bihnya, maka qasam itu ada tujuh macam, yaitu:
a) Qasam dengan menggunakan dzat Allah swt.
contoh:surat Al-Hijr:92
b) Qasam dengan perbuatan-perbuatan
Allah swt. contohsurat Asy-Syams:5
c) Qasam dengan yang dikerjakan Allah.
Contohsurat Ath-Thur:1
d) Qasam dengan malikat-malaikat Allah.
Contohsurat An-Nazi’at:1-3
e) Qasam dengan nabi Allah swt.,
seperti surst Al-Hijr:72
f) Qasam dengan makhluk Allah.
Contohsurat At-Tin:1-2
g) Qasam dengan waktu. Contohsurat
Al-Ashr:1-2
D. Bentuk-bentuk
Aqsamul Qur’an
1. Bentuk Pertama: Bentuk Asli
Bentuk asli dalam sumpah ialah
bentuk sumpah yang terdiri dari tiga unsur, yaitu fi’il sumpah yang
dimuta’addikan dengan ba’, muqsam bih dan muqsam
alaih seperti contoh-contoh di atas.
2. Bentuk Kedua: Ditambah huruf La
Kalimat yang digunakan orang untuk
bersumpah itu memakai berbagai macam bentuk. Begitu pula dalam al-Qur’an ada
bentuk sumpah yang keluar dari bentuk asli sumpah. Misalnya bentuk sumpah yang
ditambah huruf La di depan fi’il qasamnya,
sepertisuratAl-Ma’arij:40,suratAl-Waqi’ah:75,suratAl-Insyiqaq:16,suratAl-Haqqah:38.
E. Faedah
Aqsam dalam Al-Qur’an
Qasam merupakan salah satu penguat
perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di
dalam jiwa. Qur’an al-Karim diturunkan untuk seluruh manusia, dan manusia
mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang
meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu
dipakailah qasam dalam Kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan,
kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar dan menerapkan hukum
dengan cara paling sempurna.[5]
BAB V
AMSTAL
DALAM AL-QUR’AN
A.
Definisi amtsal
Secara etimologi
kata amtsal berasal dari bentuk jamak (plural), mufrad (singular) adalah mastal
(مثل)
atau mitsl (مثل). Arti dan bentuknya persis seperti شبه dan مثل : Seperti, serupa, laksana, bagaikan.
Agar para
pembaca lebih bisa memahami pengertian tentang amstal, maka kami akan membagi
pengertian amtsal secara etimologi yaitu:
a)
Amstal kata dalam bentuk jamak darei
mufrod “mitsil”. Kata “mitsil” mengandung arti serupa dengan yang lain. Antara
keduanya terdapat kemiripan sehingga yang satu dapat menjadi penjelasan atau
gambaran bagi yang lain.
b)
Menurut al mubarrad beliau mengatakan bahwa
kata “mitsil” yaitu kata-kata yang mejelaskan bahwa yang pertama seperti yang
kedua. Di antara keduanya terdapat ikatan, yakni persamaan.
c)
Kata-kata yang dibentuk sedemikian rupa
yang sudah berlaku untuk memperserukan sesuatu hal, dipersamakan dengan apa
yang tercantum di dalam matsal.
d)
Adapula kata-kata yang berada di dalam
cerita yang sangat sederhana, yang mulanya berasal dari lisan binatang, burung,
tumbuh-tumbuhan atau benda biasa dalam rangka memberikan penyuluhan atapun
nasehat.
e)
Adapaun pendapat dari ulama bayan
bahwasanya amtsal adalah majaz murakkab yang alaqoh-nya musyabbahah.
f)
Amtsal adalah kalimat yang dibuat orang
untuk memberikan kesan serta menggerakkan hati nurani, yang apabila didengar
terus dapat menyentuh bagian hati yang paling dalam.
Dari definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa amtsal Al-Qur’an adalah ilmu yang menerangkan tentang
majaz, perbandingan, penyerupaan sesuatu dengan yang lain dalam Al-Qur’an.
A. Macam-macam amtsal Al-Qur’an
Berikut ini adalah macam-macam amtsal dalam
Al-Quran:
1) Amtsal
Mursarrahah
Amtsal mursalah ialah yang didalamnya
dengan lafaz amsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih Amsal seperti ini
banyak ditemukan dalam Al-Qur’an diantaranya: Firman Allah mengenai orang
munafik,“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan apiMaka
setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat”. Di dalam
ayat-ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang munafik; matsal
yang berkenaan dengan api (nar) dalam firman-Nya “adalah seperti orang yang
menyalakan api. Karena di dalam api terdapat unsur cahaya; dan masal yang
berkenaan dengan api (nari) atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat
dari langit…”
2) Amtsal
Kaminah
Amtsal kaminah ialah ayat didalamnya
tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil, tetapi menunjukkan makna-makna
yang indah, menarik dalam kepadanya redaksinya, dan mempunyai pengaruh
tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya .
Perumpamaan yang tersirat pada amtsal
kaminah bersifat pada makna dan penuh pesona bahasa, sehingga dapat memberikan
perumpamaan yang lebih tepat pada sasaran yang diperbandingkan dan kesannya pun
akan lebih mudah diserap.
Ada beberapa contoh mengenai hal ini
diantaranya ayat-ayat ilahi yang bertendensikan pada pembentukan cara hidup
dalam batas-batas kewajaran misalnya:
§ Ayat-ayat
yang senada dengan perkataan (sebaik-baiknya urusan adalah pertengahannya) Contohnya:
(QS al Baqarah : 68) “Sapi betina yang ada tidak tua dan tidak muda,
pertengahan antara itu ……”
§ Ayat
yang senada dengan perkataan (khabar tidak sama dengan menyaksikan sendiri)
contohnya (QS al Baqarah : 260)“Allah berfirman: Belum yakinkah kamu? “Ibrahim
menjawab: “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan
imanku)”
3) Amtsal Mursalat
Mursalat berarti ungkapan lepas yang tidak terkait
dengan lafadz tasybih, tetapi ayat-ayat itu digunakan seperti penggunaannya
peribahasa. Secara selintas, ciri utamanya adalah sama dengan ciri utama
peribahasa, ungkapan atau kalimatnya ringkas; berisikan perbandingan,
perumpamaan, nasehat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku.
Ada beberapa contoh : " …Bukankah subuh itu
sudah dekat” “Tidak sama yang buruk dengan yang baik…”
Dalam masalah amtsal mursalah ulama berbeda pendapat
tentang apa dan bagaimana hukum menggunakannya sebagai matsal dalam uraian ini
ada 2 pendapat:
·
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang
yang mempergunakan amtsal mursalah telah keluar dari adab Al-Qur’an. Alasannya
adalah karena Allah telah menurunkan Al-Qur’an bukan untuk dijadikan matsal
tetapi untuk direnungkan dan diamalkan isi kandungannya.
·
Pendapat kedua mengatakan bahwa tidak
ada halangan bila seseorang mempergunakan Al-Qur’an sebagai matsal dalam
keadaan sungguh-sungguh. Misalnya ada seseorang diajak untuk mengikuti
ajarannya, maka ia bisa menjawab bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
A. Hikmah mengetahui amtsal dalam Al-Qur’an
Beberapa
hikmah mengetahui amtsal dalam al-Quran;
ü Menonjolkan
sesuatu yang abstrak dalam bentuk kongkrit yang dirasakan indra manusia
sehingga akal muda menerimanya
Contoh:
“Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah).
mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS. Al-Baqoroh 264)
ü Menyingkapkan
hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang tidak tampak menjadi seakan-akan
tampak
Contoh:
"orang-orang
yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila"(QS. Al-Baqoroh:275)
ü Mengumpulkan
makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan yang padat, seperti contoh yang
terdapat pada amtsal kaminah dan mursalah
ü Mendorong
orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai dengan isi matsal jika isinya
disenangi jiwa
Contoh:
"perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui".(Al-Baqoroh : 261)
ü Meningalkan
isi matsal jika isi matsal itu berupa sesuatu yang dibenci
Contoh:
“dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada
Allah”. (QS. Al-Hujurat : 12)
ü Untuk
memuji orang yang diberi matsal.
Contoh:
“Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman
itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman
itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).”(QS. Al-Fath:29)
ü Untuk
menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang
banyak.
Contoh:
"dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang
telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab),
kemudian Dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh
syaitan (sampai Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki," Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya
dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya
(juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”
(Al-A’raf:175-176)
ü Amtsal
akan lebih berpengaruh kepada jiwa, lebih efektif dalam membenrikan nasihat,
lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati
Contoh:
“Sesungguhnya
telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini Setiap macam perumpamaan supaya
mereka dapat pelajaran.” (Az-Zumar : 27)
“Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu.” (al-‘Ankabut : 43).
BAB
VI
QIRAAT
AL-QURAN
A. Pengertian
Qira’at al-Qur’an
Secara etimologi, lafal qira’at ( قراءة ) merupakan bentuk masdar dari ( قرأ ) yang
artinya bacaan. Sedangkan menurut terminologi, terdapat berbagai pendapat para
ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at ini.Menurut Al-Dimyathi
sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Hadi al-Fadli bahwasanya qira’at adalah:
“Suatu ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an, baik yang
disepakati maupun yang diikhtilapkan oleh para ahli qira’at, seperti hazf
(membuang huruf), isbat (menetapkan huruf), washl (menyambung huruf), ibdal
(menggantiukan huruf atau lafal tertentu) dan lain-lain yang didapat melalui
indra pendengaran.”
Sedangkan menurut Imam Shihabuddin al-Qushthal, qira’at adalah “Suatu
ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para ahli qira’at, seperti
yang menyangkut aspek kebahasaan, i’rab, isbat, fashl dan lain-lain yang
diperoleh dengan cara periwayatan.”[6]
Dari definisi-definisi di atas, tampak bahwa qira’at al-Qur’an berasal
dari Nabi Muhammad SAW, melalui al-sima dan an-naql. Berdasarkan uraian di atas
pula dapat disimpulkan bahwa:
Ø Yang dimaksud qira’at dalam bahasan ini, yaitu
cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an sebagaimana di ucapkan Nabi atau
sebagaimana diucapkan para sahabat di hadapan Nabi lalu beliau mentaqrirkannya.
Ø Qira’at
al-Qur’an diperoleh berdasarkan periwayatan Nabi SAW, baik secara fi’liyah
maupun taqririyah.
Ø Qira’at
al-Qur’an tersebut adakalanya memiliki satu versi qira’at dan adakalanya
memiliki beberapa versi.[7]
B. Latar
Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
1. Latar Belakang Historis
Qira’at
sebenarnya telah muncul sejak zaman Nabi walaupun pada saat itu qira’at bukan
merupakan sebuah disiplin ilmu, ada beberapa riwayat yang dapat mendukung
asumsi ini, yaitu :
Menurut
catatan sejarah, timbulnya penyebaran qira’at dimulai pada masa tabi’in, yaitu
pad awal abad II H, tatkala para qari’ tersebar di berbagai pelosok, telah
tersebar di berbagai pelosok. Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara
turun-menurun dari guru ke murid, sehingga sampai kepada imam qira’at baik yang tujuh, sepuluh
atau yang empat belas.
2.
Latar
Belakang cara penyampaian (kaifiyat al-ada’)
Menurut
analisis yang disampaikan Sayyid Ahmad khalil, perbedaan qira’at itu bermula
dari bagaimana seorang guru membacakan qira’at itu kepada murid-muridnya. Hal
itulah yang mendorong beberapa utama mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan
cara menghafalkan Al-Qur’an itu sebagai berikut :
1) Perbedaan dalam I’rab atau harakat
kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat, misalnya pada firman Allah
pada surat An-nisa’ ayat 37 tentang pembacaan “Bil Buhkhli” (artinya kikir),
disini dapat dibaca dengan harakat “Fatha” pada huruf Ba’-nya, sehingga dibaca
Bil Bakhli, dapat pula dibaca “Dhommah” pada Ba’-nya, sehingga menjadi Bil
Bukhli.
2) Perbedaan I’rab dan harakat (baris)
kalimat sehingga mengubah maknanya, misalnya pada firman Allah surah Saba’ ayat
19, yang artinya “ Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami “. Kata yang
diterjemahkan menjadi jauhkanlah diatas adalah “ba’id karena statusnya fi”il
amar, maka boleh juga dibaca ba’ada yang berarti kedudukannya menjadi fi’il
mahdhi artinya telah jauh
3) Perbedaan pada perubahan huruf tanpa
perubahan I’rab dan bentuk tulisannya, sedangkan maknanya berubah, misalnya
pada firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 259, yang artinya “dan lihatlah
kepada tulang belulang keledai itu, kemudian kami menyusunnya kembali.”
4) Perubahan pada kalimat dengan
perubahan pada bentuk tulisannya, tetapi maknanya tidak berubah, misalnya pada
firman Allah dalam surah Al-Qoria’ah ayat : 5, yang artinya “……..dan gunung-gunung
seperti bulu yang dihamburkan “. Dalam ayat tersebut terdapat bacaan
“kal-ih-ni” dengan “ka-ash-shufi” sehingga kata itu yang mulanya bermakna
bulu-bulu berubah menjadi bulu-bulu domba.
5) Perbedaan pada kalimat yang
menyebabkan perubahan bentuk dan maknanya, misalnya pada ungkapan “thal in
mandhud” menjadi “thalhin mandhud”
6) Perbedaan dalam mendahulukan dan
mengakhirkannya, misalnya pada firman Allah dalam surah Qof ayat : 19, yang
artinya “dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya”.
7) Perbedaan dengan menambahi dan
mengurangi huruf, seperti pada firman Allah dalam surah al-Baqarah: 25, yang
artinya “…surge-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.”[8]
C. Macam-macam
Qira’at
v Dari segi kuantitas
1. Qiraah sab’ah (qiraah tujuh) Kata
sab’ah artinya adalah imam-imam qiraat yang tujuh.
2. Qiraat Asyrah (qiraat sepuluh)Yang
dimaksud qiraat sepuluh adalah qiraat tujuh yang telah disebutkan di atas
ditambah tiga qiraat
3. Qiraat Arba’at Asyarh (qiraat empat
belas) Yang dimaksud qiraat empat belas adalah qiraat sepuluh sebagaimana yang
telah disebutkan di atas ditambah dengan empat qiraat lagi, yakni : al-Hasan
al-Bashri (w. 110 H), Muhammad bin Abdurrahman (w. 23 H), Yahya bin al-Mubarak
al-Yazidi and-Nahwi al-Baghdadi (w. 202 H), Abu al-Fajr Muhammad bin Ahmad
asy-Syambudz (w. 388 H).
v Dari segi kualitas
Berdasarkan
penelitian al-Jazari, berdasarkan kualitas, qiraat dapat dikelompokkan dalam
lima bagian.
1. Qiraat Mutawatir, yakni yang
disampaikan sekelompok orang mulai dari awal sampai akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat
untuk berbuat dusta. Umumnya, qiraat yang ada masuk dalam bagian ini.
2. Qiraat Masyhur, yakni qiraat yang
memiliki sanad sahih dengan kaidah bahasa arab dan tulisan Mushaf utsmani.
Umpamanya, qiraat dari tujuh yang disampaikan melalui jalur berbeda-beda,
sebagian perawi, misalnya meriwayatkan dari imam tujuh tersebut, sementara yang
lainnya tidak, dan qiraat semacam ini banyak digambarkan dalam kitab-kitab
qiraat.
3. Qiraat Ahad, yakni yang memiliki
sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan Mushaf Utsmani dan kaidah bahasa arab,
tidak memiliki kemasyhuran dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan yang telah
ditetapkan.
4. Qiraat Syadz, (menyimpang), yakni qiraat yang
sanadnya tidak sahih. Telah banyak kitab yang ditulis untuk jenis qiraat ini.
5. Qiraat Maudhu’ (palsu), seperti qiraat
al-Khazzani As-Suyuthi kemudian menambah qiraat yang keenam, yakni qiraat yang
menyerupai hadits Mudraj (sisipan), yaitu adanya sisipan pada bacaan dengan
tujuan penafsiran. Umpamanya qiraat Abi Waqqash.[9]
BAB
VII
TAFSIR,TA’WIL
DAN TERJEMAH
A. Pengertian
Tafsir
Secarasingkat
tafsir adalah suatu upaya mencurahkan pemikiran untuk memahami,memikirkan dan
mengeluarkan hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an agar dapatdiaplikasikan
sebagaian dasar utama penetapan hukum . Pada Al-Qur’an istilahtafsir di
sebutkan dalam suratAl-Furqan :33,”tidakkah orang-rang kafir itu datang
kepadamu (membawa) seuatuyang ganjil melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu
yang benar dan yangpaling baik penafsirannya(penjelasannya)”. Katatafsir
merupakan masdar dari kata fasara yang mempunyai arti keadaan jelas(nyata dan
terang) dan memberikan penjelas. Paraulama kebanyakan
memberikan pengertian tentang tafsir pada intinya untukmenjelaskan hal-hal yang
masih samar yang di kandung dalam Al-Qur’an sehinggadengan mudah dapat
dimengerti, mengeluarkan hukum yang terkandung didalamnyauntuk diterapkan dalam
kehidupan sebagai suatu ketentuan hokum.[10]
B.
Ta’wil
Ta’wil
berasal dari kata “ Aul “ yang berarti kembali ke asal. Ta’wil kalam ada dua macam. Pertama Ta’wil kalam dengan
pengertian suatu makna yang \ mutakalim (pembicaraan) mengembalikan
perkataannya (kalamnya dikembalikan). Kalam ada dua yaitu insak dan ikbar salah
satu contoh insak adalah Amr (kalimat perintah). Makna Ta’wilul Amr ialah
esensi perbuatan yang diperintah misalnya Allah berfirman: Maka bertasbilah
dengan memuji tuhanmu dan mohonlah ampun
kepadanya. (Sesungguhnya dia Maha Penerima Taubat). An-Nasr 110 : 3. Sedang
ta’wil ikbar adalah esensi dari apa yang diberitakan itu sendiri yang benar-benar
terjadi misalnya firman allah. Dan sungguh kami telah mendatangkan kitab
(Quran) kepada mereka yang kami telah menjelaskan atas dasar pengetahuan kami,
menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Tiadalah mereka menunggu
kecuali ta’wilnya pada hari ta’wilnya itu datang, berkatalah orang-orang yang
melupakannya sebelum itu “ sungguh telah datang rasul-rasul tuhan kami membawa
yang hak maka adalah bagi kami pemberi safaat yang akan memberikan safaat bagi
kami/dapatkah kami kembalikan ( kedunia ) sehingga kami dapat beramal yang lain
dari yang pernah kami amalkan ( Al-A’raf 7 : 52-53 ). Kedua Takwilul kalam
dalam arti menafsirkan dan menjelaskan maknanya jadi yang dimaksud kata ta’wil
di sini adalah tafsir. Ta’wil dalam tradisi muta’ahirin adalah:memalingkan
makna lafaz yang kuat (rajah) kepada makna yang lemah (merjuh) karma ada dalil
yang menyertainya. Di antara para ulama ada yang membedakan antara makna tafsir
dan ta’wil yaitu Zarkasi: Ibn faris menjelaskan: makna-makna ungkapan yang
menggambarkan sesuatu itu kembali kepada 3 kata: makna, tafsir, ta’wil “ Tafsir
menurut bahasa mengacu kepada arti “menampakkan & menyingkap ”. kata tafsir ini mengacu juga kpada arti
menyingkap. Dengan demikian tafsir berarti menyingkap apa yang dimaksud lafaz
dan melepaskan ap yang tertahan dari pemahaman.“Ta’wil menurt bahasa berasal
dari “aul”. Dengan demikian ta’wil seakan-akan memalingkan ayat kpd makna-makna
yang dapat di terimanya. Kata ta’wil di bentuk dengan pola “TAF’IL”adalah untuk
menunjukkan arti banyak.[11]
C. Terjemah
Terjemah
berasal dari bahasa arab yang berrti memindahkan makan lafal kedalam bahasa
lain. Menurut pengertian istilah ‘urfi’: terjemah ialah memindahkan pembicaraan
dari satu bahasa kedalam bahasa lain dengan kata lain terjemah ialah
memindahkan makna kata bahasa pertama kepada kedua.
a. Pembagian terjemah


b.
Syarat-syarat terjemah
Ada
empat yang harus diperhatikan dalam menterjemah, yaitu:
1) benar-benar
mengetahui dan menghayati kedudukan dan aspek-aspek bahasa yaitu bahasa pertama
dan kedua
2) mengetahui tentang pola kalimat dan cirri-ciri
khas kedua bahasa
3) terpenuhinya
semua makna dan maksud yang ada pada bahasa pertama dengan mantap
4) bahasa terjemah seharusnya benar-benar murni,
artinya bahawa terjemahan harus benar-benar memindah makna bahasa pertam
kebahasa lain.[12]
D.
Perbedaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
§ Perbedaan
Tafsir dan Ta’wil
o
Tafsir adalah menafsirkan perkataan dan
menjelaskan maknanya. Maka “ta’wil “dan “tafsir” adalah 2 kata yang berdekatan
atau sama maknanya.
o
Ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu
perkataan, maka ta’wil dari talab (tuntunan) adalah esensi perbuatan yang
dituntut itu sendiri dan ta’wil dari khobar adalah esensi sesuatu yang
diberitakan.
Dari 2 pengertian di atas tafsir dan ta’wil punya
perbedaan cukup jauh. Kalau tafsir adalah saran dan penjelasan bagi suatu
perkataan yang berada dalam suatu pikiran dengan cara memahaminya dengan suatu
ungkapan yang menunjukkannya. Sedangkan ta’wil adalah esensi susuatu yang
berada dalam realita ( bukan dalam pikiran ).Tafsir adalah apa yang telah jelas
di dalam kitabullah atau tertentu ( pasti ) dalam sunnah yang sahih karena
maknannya sudah jelas. Ta’wil adalah apa yang disimpulkan ulama. Karena ulama
mengatakan tafsir adalah apa yang berhubungan dengan riwayat, sedangakn ta’wil
adalah apa yang berhubungan dengan dirayah. Tafsir lebih banyak digunakan (
untuk menerangkan ) lafaz-lafaz dan mufrodat (kosakata) ta’wil lebih banyak
dipakai dalam ( menjelaskan ) makna dan susunan kalimat.
§ Perbedaan
Tafsir dengan Terjemah
Tafsir
dengan terjemah, baik terjemah harfiyah maupun tafsiriyah tidak sama. Antar
keduanya ada perbedaan-perbedaan antara lain:
1) pada
terjemah terjadi perpindahan bahasa dengan kata tidak ada lagi bahasa pertama
yang melekat pada bahasa terjemah, tidak demikian halnya dengan tafsir. Tafsir
selalu ada keterkaitan pada bahasa asalnya
2) pada terjemah tidak boleh melakukan istidhrad
yaitu penguraian yang meluas yang melebihi dari sekedar pemindahan bahasa,
sedangkan tafsir boleh.
3) pada terjemah dituntut terpenuhinya semua
makna dan maksud yang ada pada bahasa yang diterjemahkan, tidak halnya demikian
dengan tafsir.
4) pada terjemah harus diakui bahwa sipenterjemah
sudah melakukan terjemahan,sejau ia telah berhasil memindahkan makna bahasa
pertama kebahasa terjemah,sedangkan tafsir tidak.
E. Corak
dan Pendekatan Tafsir
1. Tafsir shufi
Tafsir shufi sebut juga dengan tafsir Isyari yaitu penafsiran orang-orang
sufi terhadap al-Qur’an yang bermula dari anggapan bahwa riyadhah (latihan)
rohani yang dilakukan seorang sufi bagi dirinya akan menyampaikan ke suatu
tingkatan di mana ia dapat menyingkapkan isyarat-isyarat kudus yang terdapat di
balik ungkapan-ungkapan al-Qur’an dan akan tercurah pula ke dalam hatinya dari
limpahan ghaib. Salah satu contoh dalam
penafsiran dengan metode shufi adalah Surah An-Nisa’ ayat 1 Secara lahir, ayat
tersebut berarti “Wahai sekalian manusia bertaqwalah kalian kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari satu diri (jenis)”. Salah satu tokoh tasawuf Ibn
‘Arabi menafsirkan ayat ini dengan penafsiran sebagai berikut: “Bertaqwalah
kepada Tuhanmu. Jadikanlah bagian yang zhahir dari dirimu sebagai penjaga bagi
Tuhanmu. Dan jadikanlah bagian batinmu yang adalah Tuhanmu itu, sebagai penjaga
bagi dirimu. Karena perkaranya adalah perkara celaan dan pujian. Maka jadilah
kalian pemelihara-Nya dalam celaan, dan jadikanlah Dia pemelihara kalian dalam
pujian, niscaya kalian akan menjadi orang-orang yang paling beradan di seluruh
alam”. Penafsiran seperti ini jelas dipengaruhi oleh faham wihdah al-wujud yang
memandang alam ini merupakan Dzat Tuhan yang hakiki. Dalam pendekatan sufistik
terdapat dua pendekatan pemahan yang berbeda, yaitu pendekatan sufistik
nadzhary dan pendekatan sufistik amali. Secara sederhana pendekatan sufistik
nadzhary diartikan sebagai model penafsiran yang menekankan pemaknaan kata
dengan melihat makna batin sebuah ayat, atau dapat pula diartikan sebagai usaha
penafsiran yang dilakukan oleh para sufi yang melakukan justifikasi al-Qur’an
terhadap teori-teori sufistik, seperti konsep tentang Khauf, mahabbah,
ma’rifah, hulul dan wihdat al-wujud. Sedangkan pendekatan sufistik amali adalah
pendekatan yang dilakukan menggunakan analisis sufistik atau menakwilkan
ayat-ayat al-Qur’an dari sudut esotorik atau berdasarkan isyarat tersirat yang
tampak oleh seorang sufi dalam suluknya. Menurut Rosihan Anwar tafsir sufi
dapat diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Tidak menafikan makna lahir (pengetahuan tekstual) Al-Qur’an.
2. Penafsiran diperkuat oleh dalil syara’ yang lain.
3. Penafsirannya tidak bertentangan dengan syara’ atau rasio.
4. Penafsiran tidak mengakui bahwa hanya penafsirannya (batin) itulah
yang di kehendaki oleh Allah SWT, bukan pengertian tekstualnya. Sebaliknya, ia
harus mengakui pengertian tekstual ayat terlebih dahulu . Adapun kitab-kitab
Tasir Shufi adalah Tafasir Al-Qur’an Al-Azhim, karya Imam At-Tusturi ( wafat.
289 H ), Haqa’iq At-Tafsir, Karya Al-Allamah As-Sulami ( Wafat 412 H ), Aris
Al-Bayan fi Haqa’iq Al-Quran, Karya Imam Asy-Syirazi ( Wafat 283 H ).[13]
2.
Tafsir Falsafi
Pendekatan tafsir falsafi atau pendekatan filosofis adalah upaya-upaya
penafsiran dan pemaknaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan
pendekatan filosofis. Dalam faktanya, penafsiran ini dilakukan setelah
buku-buku filsafat yunani kuno banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Selain itu juga dikarenakan banyak tokoh Islam yang berhasil mempelajari dan
mengembangkan teori filsafat Yunani kuno yang dirasakan serasi dan sesuai
dengan tuntunan agama, atau usaha-usaha penafsiran ayat tertentu dalam
Al-Qur’an dengan menggunakan analisis disiplin Ilmu-Ilmu Filsafat. Adapun upaya
yang ditempuh untuk menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan
filosofis adalah : Pertama, dengan mentakwilkan teks-teks keagamaan (Al-Qur’an)
dengan menggunakan berbagai pandangan dan teori filsafat. Paradigma atau asumsi-asumsi
dasar mengenai tafsir falsafi adalah sebagai berikut:
a.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki banyak kata atau ada
kata-kata tertentu dalam Al-Qur’an yang dapat ditafsirkan dan kemungkinan besar
sejalan dengan teori-teori filsafat.
b.
Ada sebagian orang yang merasa kagum atas teori-teori
filsafat dan merasa mampu untuk mengkompromikan antara hikmah dan akidah dan
antara filsafat dengan agama.[14]
.
BAB
VIII
PENUTUP
o
“ Makkiyah ialah ayat yang diturunkan
sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah, sedang
Madaniyahyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di
Mekkah”.
o
Muhkam secara bahasa berasal dari kata
hakama.kata hukm berarti memutuskan antara dua hal atau lebih perkara, muhkam
adalah sesuatu yang di kokohkan,jelas,fasih dan membedakan antara yang hak dan
yang bathil.
o
mutasyabih secara lughowi berasal dari kata
syabaha,yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain.syubhah
ialah keadaan dimana satu dari dua hal itu tidak dapat di bedakan dari yang
lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit atau abstrak.
o
Menurut bahasa, aqsam merupakan bentuk
jamak dari kata qasam yang berarti sumpah. Sedangkan secara menurut istilah
aqsam dapat diartikan sebagai ungkapan yang dipakai guna memberikan penegasan
atau pengukuhan suatu pesan dengan menggunakan kata-kata qasam.
o
menurut Imam Shihabuddin al-Qushthal,
qira’at adalah “Suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para
ahli qira’at, seperti yang menyangkut aspek kebahasaan, i’rab, isbat, fashl dan
lain-lain yang diperoleh dengan cara periwayatan.
o
tafsir adalah suatu upaya mencurahkan
pemikiran untuk memahami,memikirkan dan mengeluarkan hukum yang terkandung
dalam Al-Qur’an agar dapatdiaplikasikan sebagaian dasar utama penetapan hukum .
o
Ta’wil berasal dari kata “ Aul “ ,
Dengan demikian ta’wil seakan-akan memalingkan ayat kpd makna-makna yang dapat
di terimanya.
o
terjemah ialah memindahkan pembicaraan
dari satu bahasa kedalam bahasa lain dengan kata lain terjemah ialah
memindahkan makna kata bahasa pertama kepada kedua.
DAFTAR
PUSTAKA
Sya’roni, Sam’ani, TAFKIRAH ULUM AL-QUR’AN. (_;Al-Ghotasi Putra.2011).hal 72-87
http://blog.uin-malang.ac.id/ivageje/2011/01/01/macam-macam-corak-tafsir/ http://pendidikan-hukum.blogspot.com/2011/06/metode-dan-pendekatan-tafsir.html
[4]
Sya’roni, Sam’ani, TAFKIRAH ULUM
AL-QUR’AN. (_;Al-Ghotasi Putra.2011).hal 72-87
[5]file:///C:/Documents%20and%20Settings/Xp/My%20Documents/CONTOH%20MAKALAH%20AQ SAMUL%20QUR%E2%80%99AN%20%C2%AB%20sababjalal.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar